Jumat, 23 Desember 2016

Four Points by Sherraton Bandung

Saya menginap di hotel ini karena faktor kebetulan waktu lagi ke Bandung urusan kerjaan. Beberapa waktu lalu saya kedatangan tamu dari luar negeri yang berencana mau mengerjakan proyek di Indonesia, lokasinya kebetulan di sekitar Bandung. Jadi setelah ketemu saya di Jakarta, mereka berangkat ke Bandung duluan. Saya masih ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal di Jakarta, maka saya menyusul mereka keesokan harinya. 

Awalnya mereka hanya bilang menginap di Hotel Sherraton di Dago. Saya langsung menuju Hotel Sherraton di kawasan Dago Atas. Beberapa kali saya menginap disana karena salah satu hotel favorit saya, walaupun sejak di renovasi saya belum sempat menginap disana lagi. Ketika sudah dekat Hotel Sherraton saya dapat sms kalau mereka ada di Hotel Sherraton yang baru, bukan yang lama. Bandung itu memang pertumbuhan hotel barunya luar biasa, kayaknya tiap minggu ada hotel baru disana. Saya waktu itu baru tahu kalau ada lagi Hotel Sherraton lain di Dago. Ketika tanya sama security di depan gerbang Hotel Sherraton, saya diarahkan ke Four Points hotel by Sherraton yang ada di sebelah Dukomsel.

Lokasi Four Points merupakan lokasi yang bersejarah untuk saya karena jaman dulu pernah kecopetan handphone dalam angkot persis di depan jalan itu. Letaknya bersebelahan dengan Superindo Dago, bersebrangan dengan Plaza Dago, jadi sangat strategis. Gak jauh juga dari jajaran Factory Outlet di Jl. Riau atau Distro gaul di Jl Trunojoyo - Jl Sultan Agung. Saya juga baru sadar kalau tiba-tiba ada bangunan tinggi disitu. Seingat saya, sebelumnya itu adalah bangunan rumah tua yang digunakan Bank Niaga. 

Hotelnya tampak masih baru banget, pintu gerbang exitnya saja belum selesai dikerjakan. Paling depan bukan lobby hotel, melainkan pintu masuk cafe dan restoran. Lobbynya ada disebelah belakang restoran. Saya suka desain interior hotel yang simple tapi chick, didominasi warna putih jadi walaupun sebenarnya tidak terlalu luas tapi kesannya tidak sempit. Petugas resepsionis sangat ramah dan sangat membantu ketika saya berusaha menghubungi rekan kerja saya yang ternyata handphonenya ditinggal di kamar sementara mereka ngobrol di restoran hotel tempat breakfast. 





Saat itu saya belum berencana menginap di Bandung, karena pinginnya setelah urusan survei lapangan selesai, saya mau langsung pulang ke Jakarta. Ternyata survei lapangan sampai sore sekali, malamnya masih ada janji makan malam dan keesokannya ternyata kami ditunggu di suatu tempat juga di Bandung. Jadi dengan sepatu dan celana belepotan lumpur, muka kucel bau keringat, saya menghadap resepsionis - yang masih sangat ramah, dan menanyakan rate kamar - dijawab dengan ramah dan sangat membantu, jadi saya langsung check-in saat itu juga. Kalau punya Member Starwood Preferred Guest bisa dapat point disini.

Kamarnya cukup luas dan desainnya juga simple dan chick, dominasi warna putih. Saya suka karena kesannya jadi terang dan bersih. Yang keren adalah di kamar ada dock iPhone untuk iPhone 5 dan 6, tapi karena iPhone saya masih tipe 4s jadi tidak bisa dipakai disitu.  Menu breakfastnya juga bervariasi, ada lokal dan western, standar hotel bintang 4. Sayangnya saya tidak sempat menikmati semua fasilitas disana karena waktu yang terbatas, padahal kalau lihat difoto, pool areanya keren di rooftop. Saya pasti akan balik lagi ke Four Points kalau ada kesempatan. 

Pagi harinya ketika akan keluar dari parkir, saya lupa minta cap bebas parkir di resepsionis. Harusnya saya bayar parkir, tapi penjaga parkir sangat helpfull dan memperbolehkan saya lewat tanpa bayar walaupun tiket saya belum di cap, katanya dia akan bantu mengurusnya. Ketika dikirim e-mail kepuasan pelanggan saya harus kasih poin sangat puas atas keramahan staffnya.

Alamat:
Four Points Hotel By Sherraton
Jl. Ir. H. Djuanda No.46 (Dago)
Bandung
www.fourpointsbandung.com

Selasa, 13 Desember 2016

Keliling-keliling di Dalam Kompleks Wat Pho (Lagi)

Lima tahun lalu saya ke Bangkok dengan tujuan lihat patung Sleeping Budha di Wat Pho. Salah satu alasanya karena pernah lihat foto Papa Said waktu lagi bisnis trip ke Bangkok, sempat jalan-jalan dan foto di depan patung itu. Tahun ini saya balik kesana, bareng keluarga. Seperti yang pernah saya bilang di postingan sebelum-sebelumnya, harga tiket masuk ke Wat Pho ini naik dari 50 bath menjadi 100 bath.

Saya ke Bangkok kemarin bulan Februari, beberapa bulan sebelum Raja Bhumibol wafat dan Thailand berkabung selama satu tahun. Raja Bhumibol adalah Raja Thailand yang paling lama bertahta. Menurut Tince yang baru-baru ini dari sana, selama masa berkabung satu tahun itu rakyat Thailand harus pakai baju warna gelap atau warna putih.

Dari hotel Silom Village di daerah Silom, kami naik tuktuk ke pier Oriental, kemudian naik express boat sampai ke kawasan Rattanakosin. Tujuan pertama adalah ke Wat Phra Kew atau Grand Pallace, tapi mungkin pas itu adalah musim libur turis dari China jadi banyak banget rombongan turis komplit dengan tour guide nya yang angkat-angkat bendera sambil teriak-teriak. Ramainya itu sudah seperti satu provinsi rakyat China ada disitu. Kami sempat masuk ke halaman Wat Phra Kew dengan penuh perjuangan, mungkin mirip jalan di terowongan mina pas musim haji. Ketika lihat antrian loket beli tiket masuk yang mengular, langsung hilang minat untuk masuk. Akhirnya kami melipir ke Wat Pho.

Wat Pho tidak seramai Wat Phra Kew, mungkin karena masih pagi jadi rombongan turis belum sampai kesitu jadwalnya. Di halaman Wat sedang ada acara, orang-orang lokal mengantri di depan Biksu, di doakan, diciprat air suci, kemudian dipasangkan gelang. Turis-turis asing mengelilingi sambil foto-foto, beberapa bahkan ikut antri dan didoakan juga. 



Setelah lihat Patung Sleeping Budha, kami ke kompleks wat yang ada di halamannya. Dulu waktu saya pertama kali ke Wat Pho sendirian, saya sempat nyasar di kompleks itu sebelum akhirnya menemukan lokasi Sleeping Budha. Dulu lagi ada renovasi sehingga pintu utama yang langsung menuju ke Sleeping Budha ditutup, dan tempat itu sepi jadi ya saya muter-muter keliling sendirian. 

Kemarin saya muter-muter kompleks lagi itu sendirian, mengulang masa lalu. Kali ini bukan karena nyasar tapi karena cariin Mama Said yang tiba-tiba hilang waktu saya dan Anissa, adik saya yang bungsu, lagi foto-foto. Akhirnya Anissa tunggu di pintu exit, kita sms ke henponnya Mama Said dan saya keliling kompleks wat yang masih sepi aja kayak dulu, tapi gak ketemu juga. Waduh kalau nyasar gawat tuh, nanti pada gak bisa pulang. Setelah keringetan bolak balik saya kembali ke tempat Anissa menunggu, di dekat pintu exit. Saya berdua Anissa duduk-duduk aja disitu sampai kemudian muncul yang lain dengan wajah tanpa dosa. 

Sebetulnya rencana awal mau ke Wat Phra Keow, Wat Pho kemudian Wat Arun. Wat Phra Keow gagal kan tadi. Wat Arun juga gagal karena lagi direstorasi dan ditutup sementara. Sementara itu Mama Said juga udah gelisah gak sabaran kepingin shopping lagi, akhirnya kami naik taksi langsung ke mall.


Rabu, 30 November 2016

Hello Kitty Run

Ini adalah race kedua buat saya dan race pertama untuk adik saya, Anissa. Ini juga 5k pertama Anissa. Awalnya saya lihat tentang Hello Kitty run di Instagram, acara race ini sudah diselenggarakan di Jepang, Singapura, Malaysia, Bangkok, tahun ini pertama kali di Jakarta. Melihat postingan peserta Hello Kitty run yang sebelumnya unyu-unyu dan cute, saya jadi tertarik untuk ikut. Ketika saya ajak adik saya untuk ikutan, dia langsung setuju. Kategori Hello Kitty Run hanya ada 5 k.

Hari Sabtu, satu hari sebelum acara, saya dan Anissa ke Ratu Plaza untuk mengambil race kit. Kami ketemu sama Grace, kawan yang beberapa bulan lalu sering lari bareng di senayan. Grace adalah penggemar berat Hello Kitty, waktu lagi agak mabok soju dia sempat mengakui kalau kelak punya mobil kepingin tempel sticker Hello Kitty yang guwede buwaanget di body dan kap mobil. Pagi itu Grace tampak galau karena sempat daftar tapi sepertinya nyangkut, waktu ditanya ke panitia ternyata memang belum terdaftar dan belum ada charge ke kartu kreditnya. 

Sebagai penggemar berat Hello Kitty, matanya tampak berkaca-kaca karena tidak bisa ikut acara ini. Tapi Grace pantang menyerah, dia bertekad cari orang yang sudah daftar tapi tidak bisa lari keesokan harinya. Hampir tengah malam dia pun berhasil menemukan orang yang mau menjual race kitnya, keesokan harinya dia pun berhasil ikut lari.

Jam 3 subuh, saya dan Anissa berangkat dari rumah kami menuju AEON Mall di daerah Alam Sutera, Tangerang. Dengan itu kami melintasi 3 propinsi, Bekasi - Jakarta - Tangerang. Jam setengah 5 subuh kami sudah tiba di AEON dan langsung masuk ke parkiran mall. Tidak lama ada pesan masuk dari Goiq, katanya dia juga sudah tiba di lokasi.

Saya, Goiq dan Cipu sebenarnya sudah lama merencakan mau lari bareng, tapi selama ini hanya merupakan wacana belaka. Akhirnya di Hello Kitty Run ini saya dan Goiq berhasil lari bareng, tapi belum bareng sama Cipu. Omith alias Mita juga ikut! Setelah debutnya di Bali Marathon, Omith semakin semangat ikut event lari yang lainnya. Sementara saya tidak pernah ikut event lari lagi setelah Bali Marathon dan sebelum Hello Kity Run ini.


Dengan penuh perjuangan, Anissa akhirnya berhasil finish 5 k perdananya dan dapat medali. Sebenarnya saya agak kecewa sih sama medalinya karena biasa banget, bundar warna gold gambar Hello Kitty ditengah. Bayangan saya medalinya akan cute dan warna-warni seperti medali finisher yang saya lihat di acara Hello Kitty Run Singapura, Malaysia dan Bangkok. 

Ketika saya tanya Anissa bagaimana rasanya finish 5k, dia cuma jawab: kapok!


Jumat, 11 November 2016

Pindah-Pindah Hotel di Sanur

Beberapa hari sebelum berangkat ke Bali bulan Agustus kemarin saya masih belum memutuskan akan menginap dimana. Ada kawan yang menawarkan tempat untuk numpang di tempat kos-nya, saat itu saya belum cari-cari hotel karena rencananya memang kalau saya pergi sendiri saya mau nebeng saja di tempat kawan saya, ngirit.

2 minggu sebelum hari keberangkatan, Tince dan Omith memastikan diri akan ikut ke Bali bareng saya. Omith ikut HM di Bali Marathon juga, sementara Tince memutuskan mau ikut sebagai suporter atas nama persahabatan. Setelah diskusi sama Tince akhirnya kami pilih lokasi menetap di Sanur, dengan pertimbangan lebih dekat ke area race tapi tidak terlalu jauh dari mana-mana. 

Tawaran nebeng dari kawan saya terpaksa dipending karena kos-nya dia lebih dekat ke daerah kuta-legian. Saya dan Tince pun mulai cari-cari hotel di website Agoda. Setelah mengumpulkan beberapa kandidat, pilihan kami jatuh ke Sanur Guest House. Tapi karena masih ragu apakah lokasinya cukup dekat dengan shuttle terdekat maka kami hanya booking untuk 2 malam, nanti kedepannya akan ditentukan setelah pengambilan race pack.

Lokasi Sanur Guest House ternyata agak jauh dari pusatnya Sanur, enak sih kalau mau liburan menyepi karena bebas dari hiruk pikuk kegiatan turis. Ke pantai harus jalan kaki, tapi tidak sampai 10 menit kalau jalan santai. Nama pantainya Pantai Sudamala, lebih tenang dan nyaman daripada Pantai Sanur. Tapi untuk lebih mendekatkan diri ke pusat keramaian dan ke jalan raya supaya akses dini hari ke race lebih mudah saya dan tince memutuskan pindah hotel ke Indi Hotel. 

Di Indi Hotel selama 2 malam, setelah itu Tince harus berangkat lagi ke Bangkok untuk kerja dan saya pindah hotel lagi yang dekat dengan kapal untuk menyebrang ke Nusa Penida. Akhirnya saya pindah lagi ke Hotel Sanur Paradise Plaza hanya untuk semalam karena subuh-subuh saya sudah check-out dan menyebrang ke Nusa Penida.

Dari sekian banyak hotel yang tersebar di daerah Sanur, mungkin tiga darinya yang kebetulan saya tempati kemarin bisa jadi rujukan. Untuk ratenya bisa dilihat langsung di Agoda.com atau Booking.com atau website hotelnya langsung.

SANUR GUEST HOUSE 

Sanur Guest house terletak di bagian sepi dari daerah Sanur. Walaupun begitu cari makanan tidak susah dan ada minimarket, guardian dan ATM tidak jauh dari situ. Pantai terdekat adalah Pantai Sudamala, jalan kaki santai tidak sampai 10 menit dari hotel. Disekitar situ juga ada beberapa operator diving, bahkan masih satu lokasi dengan guest house ada juga operator diving, dua kali saya lihat ada yang latihan diving di kolamnya selama saya disitu.

Sanur Guest House hanya memiliki 8 kamar, 4 di lantai bawah dan 4 di lantai atas. Kamar dan kamar mandinya bersih walaupun dekornya sederhana. Kolam renangnya juga bersih. Staff hotel yang saya lihat selama disitu hanya 4 orang yang bergantian jaga, termasuk memasak sarapan. Sarapan setiap hari beda-beda dan sempat aja ditata cantik. Kalau tidak diminta kamar tidak akan dibersihkan, handuk juga kalau tidak kita minta tukar tidak akan otomatis diganti dengan yang baru. Tapi overall saya betah disini, suasananya lebih kekeluargaan daripada hotel besar dan mas-masnya selalu siap membantu. 

Salah satu sarapan di Sanur Guest House
Malam terakhir saya di Bali, pulang dari Nusa Penida saya belum booking penginapan. Setelah ditolak oleh Sanur Paradise, akhirnya saya kembali lagi ke Sanur Guest House, untungnya masih ada kamar. Staffnya langsung menyambut dengan riang ketika saya muncul kembali. Kalau ada urusan di Sanur lagi pasti saya akan kembali menginap di Sanur Guest House.

Alamat:
Jl. Danau Poso No. 53A
Sanur, Bali


HOTEL INDI

Next stop adalah Hotel Indi. Sepertinya hotel ini baru ganti nama dan ganti manajemen, atau mungkin baru ganti pemilik, soalnya di belakang namanya selalu dicantumkan dalam tanda kurung (ex. Rani Hotel). Dari depan terlihat bagus dan modern, tampak baru direnovasi. Tapi ketika masuk lihat kamarnya masih bangunan lama. 

Furniture, ubin, model jendela, model pintu, kamar mandi, model jadul. Di kamar mandinya masih ada bak mandi kayak jaman saya kecil, fiuh sudah lama banget gak lihat yang seperti itu rasanya kayak kembali ke masa lalu. Kalau lihat ke atas eternitnya sudah compang-camping. Pintu kamar mandi di kamar yang kami tempati pun bermasalah, pertama kali saya masuk kamar mandi dan mengunci pintu, saya terkunci di dalam karena handle pintunya nyangkut.

Area kolam renangnya dan tamannya sih lumayan

Kamarnya jadul
Tapi dengan rate yang saya bayar, ya kasian juga kalau saya protes. Ratenya nyaris setengahnya Sanur Guest House, padahal lokasi hotel ini ada di pinggir jalan raya dan tinggal menyebrang perempatan ke Pasar Sanur.  Staffnya semua helpfull dan ramah. Atau setidaknya berniat helpfull. Mereka bolak-balik mencoba memperbaiki handle pintu tersebut, walaupun tidak berhasil namun saya tetap kasih point positif untuk niat baiknya. 

Alamat:
Jl. Danau Buyan no.33
Bali

SANUR PARADISE PLAZA HOTEL

Hotel ini adalah hotel yang bintangnya paling banyak diantara dua hotel diatas, tapi paling tidak saya rekomen. Sebenarnya fasilitas kamar dan hotelnya sendiri bagus, sesuai dengan bintang dan rate yang saya bayar. Kolam renangnya luas dan panjang sekali. Saya pilih hotel ini karena dekat dengan lokasi express boat untuk menyebrang ke Nusa Penida. Dekat juga dengan rumah makan Mak Beng, jalan kaki hanya 5 menit. Yang bikin saya kurang menyukai hotel ini karena kesan pertama yang ditunjukan staff di bagian depan hotel.

Saya datang memang lebih awal dari jam check-in, memang niatnya hanya mau titip tas dulu kemudian jalan-jalan di pantai belakang hotel. Mungkin karena saya dan Tince jalan kaki dari gerbang masuk ke lobby, kami dicuekin sama satpam dan petugas yang ada di depan pintu masuk. Kalau pengalaman saya di hotel lain biasanya petugas di depan akan langsung menyambut dan kalau kita keliatan celingak-celinguk pasti ditunjukan posisi meja resepsionis. Lah ini mau saya samperin malah melengos, pura-pura tidak lihat. Walaupun belum sempat bertanya, sudah ketemu sendiri posisi meja resepsionis.

Saya berdiri di depan meja resepsionis cukup lama sampai mati gaya buka-buka handphone, saat itu mbak nya sedang sibuk berargumen dengan salah satu bapak customer yang lagi marah-marah. Saya juga kurang mengerti sih marah-marah kenapa, yang jelas sampai adu argumen. Setelah bapak itu pergi, masih dengan muka emosi, mba itu melayani saya. Wajahnya saat itu tanpa senyum, saya maklum karena mungkin dia masih emosi sama bapak-bapak. Saya menunjukan booking-an saya di handphone kemudian dia langsung cek di komputer. Saya langsung menjelaskan kalau saya hanya ingin titip barang, karena memang belum jam check-in. Tapi mba nya bilang akan proses dulu, jadi saya registrasi dulu saja walaupun baru bisa check in setelah jam 1 siang.

Setelah jam 1 siang saya kembali untuk check-in. Sempat lama juga menunggu di depan meja resepsionis walaupun saat itu ada 3 orang disitu, salah satunya lagi melayani ibu-ibu sasakan yang dandanannya seperti ibu pejabat jaman orde baru lagi complaint. Dua staff lagi gak jelas lagi apa. Setelah nunggu lama, sempat mengalihkan perhatian ke handpone, buka instagram, path, facebook, akhirnya ada juga yang mendatangi saya, melihat copy form yang saya bawa dan memberikan kunci kamar. Staff hotel yang mengantar saya ke kamar sih ramah, sembari jalan menjelaskan jumlah kamar di hotel ini dan fasilitas-fasilitas yang ada.   

Saya check-out subuh-subuh dan langsung menyebrang ke Nusa Penida. Saat itu saya tidak booking hotel karena belum tahu akan berapa lama di Nusa Penida dan apakah harus menginap di pulau itu. Tapi saya pikir kalau kembali hari itu juga pasti di Sanur Paradise Plaza masih akan ada kamar, karena ketika saya tinggal disitu bukan weekend dan memang hotel tampak sepi. 

Ketika saya kembali ke situ sore harinya, saya kembali ke depan meja resepsionis disambut oleh mbak yang lumayan ramah, saat itu tampak sepi jadi saya hanya satu-satu orang di lobby sore itu. Tapi ketika saya menanyakan kamar, mbak resepsionis yang ramah melirik ke mba yang memproses check-in saya di hari pertama. Tanpa melihat ke saya maupun tanpa cek ke komputernya, mba yang judes itu hanya bilang, "semua kamar full hari ini." Saya langsung pergi dan kembali ke Sanur Guest House. Rasanya beda banget, baru masuk ke Sanur Guest House saja semua staff wajahnya langsung senyum menyambut saya dengan hangat, menanyakan bagaimana race yang saya ikuti.

Ternyata ketika saya iseng lihat review pengunjung di agoda.com, tamu lokal yang menerima perlakuan 'dingin' bukan hanya saya saja. Review bagus dari tamu asing, yang bilang staff nya ramah. Jadi kesimpulan saya, hotel ini adalah hotel yang bule-friendly. Tapi kalau tidak begitu perduli sama pelayanan sih sebenarnya hotel ini lumayan bagus, lokasinya bagus dan kolam renangnya asik. 

Alamat:
Jl. Hang Tuah 46
Sanur, Bali

Selasa, 11 Oktober 2016

Damnoensaduak Floating Market

Sudah cukup lama saya tidak update blog walaupun sebenarnya rencana postingan ini sudah cukup lama juga. Kali ini bukan karena sibuk. Template New Blog Post ini aja sudah berkali-kali saya buka dan terpampang di layar laptop, tapi untuk mulai nulis berat. Semacam mengalami Brain Fog. Badan juga kurang delicious, akhir-akhir ini lemes banget pinginnya tidur terus. Tapi sekarang saya sudah merasa mulai normal, setelah browsing sana sini akhirnya ketemu masalah kenapa saya lemes terus dan ternyata sepele. Nanti deh saya cerita di postingan khusus.

Sekarang saya mau cerita tentang Floating Market yang sempat dikunjungi waktu ke Bangkok awal tahun ini.

Hari terakhir di Bangkok kami masih ada waktu setengah hari untuk jalan-jalan karena pesawatnya sore, gak mau rugi. Memang rencana dari awal mau rent mobil untuk jalan-jalan dan langsung diantar ke airport. Salah satu tujuan yang ditargetkan adalah Floating Market, tapi belum tau yang mana, pokoknya yang sempat didatangi setengah hari itu.

Rental mobil belum ada, tapi saya yakin mestinya sih banyak di Bangkok. Harganya sih saya sudah survei di internet kira-kira kalau sewa mobil satu hari berapa ratenya. Kebetulan waktu mau ke Madame Tussaud Museum kami naik tuk tuk. Pengendara tuk tuk nya menanyakan rencana mau kemana aja, iseng-iseng saya tanya-tanya soal floating market. Seperti yang sudah saya duga, supir tuk tuk menawarkan, untuk mengantar. Sekalian saja saya nego untuk sewa mobil mengantar ke Floating Market sekalian drop di airport. Waktu itu rate yang disepakati adalah 2000 Bath, biaya toll dan bensin ditanggung supir. Saya memberikan nama saya, nama hotel dan nomor kamar. 

Di hari yang disepakati, jam 8 kurang ada telpon ke kamar saya di hotel. Supir tuktuk sudah datang menjeput dengan mobil. Saya turun untuk menemuinya. Supir tuktuk tampak segar pagi itu dengan wajah yang putih karena bedak dan bibir yang dipoles lipstik warna magenta. Dia berdiri di depan mobil minivan bersama seorang laki-laki lagi. "Kenalkan ini sepupu saya yang punya mobil dan yang akan menjadi supir," katanya memperkenalkan pria disebelahnya.

Menurut rekomendasinya kami pergi ke Damnoensaduak Floating Market, memang jauh tapi waktunya cukup. Floating market itu merupakan salah satu yang tertua dan terluas di Bangkok. Kami diturunkan di suatu tempat, masih ada beberapa km hingga ke Floating Marketnya. Tempat itu adalah penyewaan boat. Kami sewa boat 1 jam untuk keliling-keliling Floating Market, saya agak lupa mungkin sekitar 1000 bath.

Awalnya kami ditawarkan macam-macam paket dengan boat, ada yang ke floating market dan ke wat, macam-macam deh. Waktu saya tanya hanya mau ke floating market saja dia pura-pura tidak mengerti, sampai akhirnya saya bilang tidak jadi karena kalau ke macam-macam tempat tidak akan keburu mengejar pesawat. Waktu saya berdiri dari duduk baru deh dia keluarin tiket sewa perahu saja selama satu jam.

Saya membayangkan kalau Floating Market itu jualannya di perahu, ternyata tidak juga. Toko-tokonya ada di pinggiran sungai, yang beli dari perahu. Ada juga sih yang jualan langsung di perahu tapi tidak banyak. Salah satunya ada nenek-nenek mungil yang tampak sudah sangat tua tapi kuat mendayung sendiri perahunya yang berisi buah-buahan. Saya pernah coba belajar mendayung di sungai dan sama sekali tidak semudah kelihatannya. Saya jadi minder sama nenek.

Barang-barang yang dijual adalah souvenir, makanan dan minuman. Sepertinya Floating Market ini memang khusus untuk turis. Tidak luar biasa sih kalau menurut saya, tapi kalau yang memang suka atraksi yang touristy banget kayaknya bakal suka.

Damnoensaduak Floating Market

Gerbang masuk pasar

Para penjual, ada yang di toko, ada yang di perahu

Nenek mungil tapi perkasa 

Kamis, 22 September 2016

Race Pertama, HM Pertama, Medali Finisher Pertama di Bali Marathon

Sebelumnya saya tidak pernah punya rencana mau lari sampai 20 km, awalnya saya rutin lari supaya fit dan tujuannya untuk mengurangi berat badan berlebih supaya punya stamina yang prima untuk travelling. Saya cuma pingin bisa snorkeling lama dan mengejar ikan nemo tanpa kehabisan nafas atau kecapekan di tengah jalan. Saya juga pingin kuat trekking di alam, manjat-manjat batu, mendaki jalan curam dan berjalan kaki berjam-jam tanpa merasa cepat lelah. Traveling di daerah perkotaan juga perlu stamina kuat untuk banyak jalan, kalau tidak cepat lelah akan semakin banyak tempat yang bisa dikunjungi. 

Sebenarnya saya bisa lari hingga lebih dari 5 km itu tidak sengaja. Selama 1,5 tahun mentok lari paling jauh 5km, pada suatu saat saya merasa masih kuat lanjut. Lanjutlah saya jadi 6 km. Lalu beberapa waktu lagi tiba-tiba saya sudah lari 8 km. Menjelang ulang tahun ke 33 saya punya ide mau genapin jarak lari saya jadi 10km. Lalu seperti yang sudah saya ceritakan di postingan yang lalu, momen spontan mendaftar race Half Marathon. 

Efektifnya saya hanya latihan selama 2 bulan, karena sebulan sebelumnya adalah bulan puasa dan jadwal lari saya acak-acakan. Target saya kali ini pokoknya hanya mau finish 21 km. Dua minggu sebelum race saya trial lari dengan jarak 21 km di jalur Car Free Day, cuma kuat lari sampai 13 km setelah itu kombinasi jalan dan lari. 

Saya beli air mineral ketika 8 km, kemudian beli pocari di 13 km, setelah itu masih beli minum air mineral 1 botol lagi di km 16. Badan saya sudah basah kuyup di km 16, gerah banget rasanya mau lepas baju. Matahari juga mulai panas karena sudah lewat jam 8 pagi. Tapi saya masih terus lari – jalan cepat – lari hingga sampai juga 21 km. Butuh waktu 3 jam 15 menit untuk saya menyelesaikannya di CFD. Konon kata orang-orang jalur di Bali Maraton lebih menantang karena tanjakannya dasyat. 

Punggung dan pundak saya pegal sejak km 16, saya juga bingung, lari kan pakai kaki kenapa pundak yang pegal yah. Mungkin karena gerakan ayunan tangan ketika lari. Kaki saya pegal juga, tapi untungnya tidak ada bagian yang nyeri. Keesokan harinya saya kira jalan bakal jalan seperti robot karena pegal, ternyata enggak loh. Syukurlah. Padahal sudah sedia counterpain di samping tempat tidur. 

Ketika mandi badan saya perih-perih, di punggung, lingkaran dada diatas perut dan bagian perut. Ternyata kulit saya luka lecet dibagian yang bergesekan sama baju. Garis sport bra dan garis karet celana pendek. Ternyata bukan hanya saya, omith dan nico juga mengalami hal sama kalau long run. 

Trial 21 km CFD itu adalah Half Marathon pertama saya seumur hidup. Satu minggu sebelum lomba namanya Taper week, gak ada long run. Jadi siap – tidak siap pas tanggal 28 harus lari 21 km sampai finish. Waktu itu saya mikirnya kalau bisa finish kurang dari 3 jam yang bagus banget kalau tidak ya tidak apa-apa, gak ambisius. 

Hari H, saya bangun jam 2.30 dini hari. Cuci muka, gosok gigi, gak perlu mandi karena nanti kan keringetan lagi, minum milo satu kotak sambil pakai sepatu. Jam 3 tepat sopir taksi yang sudah janjian mau antar saya ke Gianyar telpon mengabari kalau sudah di depan hotel. Saya pun langsung berangkat. 

Hotel saya di Sanur ternyata tidak jauh dari lokasi lomba, tidak sampai 15 menit sudah sampai. Waktu saya tiba di lokasi belum begitu ramai karena bus-bus shuttle belum datang. Saya langsung ke penitipan tas untuk titip tas saya yang berisi baju ganti kemudian antri toilet. Jam 5.00 peserta Full Marathon sudah start. Peserta Half Marathon dipanggil untuk mulai bersiap-siap di garis start, saya santai saja jalan. 

Sampai di garis start kaget banget karena sudah tampak seperti lautan manusia. Karena takut terinjak-injak saya lebih baik di belakang saja. Jam 5.30 start untuk lari Half Marathon. Ketika aba-aba start massa mulai bergerak maju tapi gak bisa lari, karena sesak banget sama manusia. Saya cuma bisa jalan, itu juga nyaris desak-desakan. Beberapa saat baru kerumunan mulai longgar, saya mulai bisa lari dan pelan-pelan mulai melewati pelari yang lebih lambat. 

Saya melihat segerombolan pelari yang sepertinya pacenya sama dengan saya, saya ikut lari dibelakang mereka beberapa waktu tapi kog rasanya terlalu lambat. Saya bergerak maju lagi melewati mereka, setelah lewat water station pertama saya lihat dua orang cewek lari barengan, sepertinya cocok pacenya dengan saya. Saya ikut lari dibelakang mereka, ternyata memang pas, tidak terlalu lambat tapi juga tidak sampai ngos-ngosan. 

Lewat km 6 jalur lari belok ke kiri dan tanjakannya mulai terlihat menukik dasyat. Ketika saya baru belok, pelari full marathon dari Kenya sudah melewati saya padahal buat mereka itu sudah nyaris setengah jalan menuju finish, sementara itu baru sekitar satu jam sejak full maraton (42km) start. Saya tidak sempat lihat muka-muka pelari Kenya itu, hanya merasakan anginnya berhembus di sebelah saya. 

Walaupun tanjakannya minta ampun tapi ketika mulai memasuki kawasan ini mulai menarik karena penduduk di sepanjang jalan menyambut dan memberi semangat. Malahan ada anak-anak yang pakai baju penari Bali. Saya jadi banyak foto-foto. Selain itu pemandangan sekitar juga bagus, larinya di sebelah sawah, terus ada siluet gunung di kejauhan. Indah nian. Sekitar km 9 atau 10 dua cewek yang saya ikutin mulai melambat. Saya juga sudah tidak kuat lari setelah lewat water station di km 9. Orang-orang di depan saya banyak yang minta kantong es ke mobil medic disitu untuk mengompres kaki dan lutut. Saya terpaksa jalan mendaki tanjakan hingga jalan mulai datar dan sudah kuat lari lagi. Dua cewe yang saya ikuti masih jalan ketika saya memutuskan lari lagi. Saya melanjutkan dengan lari-jalan-lari-jalan. 

Sekitar km 16 saya ketemu teman saya, Astrid, sempat ngobrol sambil jalan beberapa saat kemudian saya lanjut lari. Lewat km 19 Astrid mendahului saya, saat itu saya lagi lari tapi tertatih-tatih. Ketika mau sampai di km 20 saya whatsapp Tince untuk mengabari kalau saya sudah dekat, setelah itu saya coba mengerahkan sisa tenaga saya untuk berlari. Headset di telinga yang memutar playlist yang selama ini menemani saya latihan saya lepas. Pokoknya saya hanya terus melangkah menuju gerbang finish. Saya berlari melewati pelari-pelari lain. Mendekati finish gak lupa memutar arah topi saya jadi kalau difoto muka saya terlihat. Saya finish 3 jam 13 menit, sementara teman-teman saya yang lain standarnya bisa finish 2 jam hingga 2,5 jam. Bodo amat, yang penting finishnya tetap bergaya. 


Mendekati garis finish

Finish 


Kamis, 15 September 2016

Menanam Jagung [Failed]

Tidak semua tanaman yang saya coba tanam langsung berhasil. Beberapa ada yang gagal. Ada yang gagal dari sejak ditanam, bijinya tidak berkecambah, seperti biji seledri dan beberapa jenis bunga-bungaan. Ada yang sudah berhasil berkecambah, tapi beberapa hari setelahnya layu sebelum sempat besar, biasanya sih tanaman yang saya sudah tahu tumbuhnya di tempat dingin tapi saya iseng coba-coba tanam karena benih sayur yang saya beli kan paketan, nah di dalam paket itu dicampur juga ada sayuran tempat dingin seperti kol dan brokoli. 

Dalam hal menanam jagung, saya tidak mengira kalau ternyata susah juga. Karena saya lihat orang tanam jagung dimana-mana, kayaknya tinggal lempar biji saja langsung tumbuh. Saya tidak tanam biji jagung langsung di tanah, karena takut bijinya dimakan tikus atau hanyut kena air hujan, jadi awalnya biji jagung saya semai di wadah gelas plastik. Tidak sampai 3 hari semua biji jagung yang saya tanam berkecambah, kemudian gelas-gelas plastik itu saya letakan di tempat yang kena sinar matahari langsung. 

Setelah tanaman jagung di wadah plastik cukup besar, kira-kira umur 6 minggu, dipindahkan ke tanah. Karena kandang tanaman saya tempatnya terbatas jadi tidak bisa tanam banyak. Di Plot Plan bulan agustus, saya memang sudah alokasikan tempat di kandang tanaman untuk jagung, yang ternyata hanya cukup untuk 4 tanaman saja. Yah untuk eksperimen coba-coba 4 juga sudah cukup, kalau ternyata percobaan pertama sukses, berikutnya saya akan cari tempat di kebun papa said yang tidak terpakai untuk tanam lebih banyak jagung.

Beberapa hari setelah dipindahkan ke tanah tanaman-tanaman jagung tersebut menunjukan prospek yang bagus, mereka cepat sekali tumbuh besar dan tinggi. Kurang dari satu bulan jagung-jagung itu tingginya sudah lebih besar dari saya. Keempat jagung yang ditanam di kandang tanaman tingginya tidak sama besar, karena ada tragedi yang terjadi selang 2 minggu sejak jagung-jagung itu saya pindah ke kandang tanaman. Salah satu ayam Papa Said berhasil terbang dan masuk ke kandang tanaman kemudian memporak-porandakan tanaman yang ada disitu, mencerabut kacang panjang, mengoyak-ngoyak pohon terong dan 2 batang tanaman jagung saya patah. Jagung yang patah segera saya ganti dengan cadangan jagung yang masih ada di wadah gelas plastik. 

Bersamaan dengan makin tingginya tanaman jagung, dibagian pucuk tanaman tumbuh bunga serbuk sari yang nantinya akan berjatuhan membuahi bunga betina (putik) yang ada di pangkal-pangkal daun yang kemudian akan tumbuh jadi jagung. Hingga saat itu jagung-jagung saya masih tampak bagus dan sehat. 

Datanglah musim hujan. Tiba-tiba jadi banyak capung berterbangan di kebun, entah darimana. Selain capung, ternyata hujan membuat banyak hewan-hewan kecil yang hidup di tanah jadi segar. Belalang, ulat bulu, lalat, semacam rayap yang hidup ditanah tiba-tiba juga jadi banyak. Tadinya saya senang ketika musim hujan datang, karena itu artinya mengurangi pekerjaan saya menyiram tanaman. Ternyata itu mimpi buruk.

Hujan dan kurang sinar matahari mengakibatkan tanaman terong saya kena penyakit sehingga daun-daunnya membusuk, saya terpaksa mencabutnya. Black aphids (kutu) kembali menyerang tanaman kacang panjang yang saya tanam dekat tanaman jagung mengikuti prinsip three sisters. Bunga-bunga marigold yang ditanam sebagai companion planting jadi berantakan dan lusuh karena terus-terusan tergenang air. Tanah di kebun saya memang masih dominan tanah merah, jadi kalau hujan terus-terusan jadi jenuh dan air akan menggenang. Yang paling parah adalah, pasukan belalang memakan daun bunga matahari dan daun jagung.

Daun tanaman jagung jadi compang-camping karena gigitan belalang-belalang ganas. Saat itu mulai terlihat ada bongkol yang tumbuh di ketiak daun. Ternyata hujan juga mengakibatkan serbuk sari yang ada di puncak tanaman jadi lengket sehingga tidak bisa menyerbuki putik dengan sempurna. Ketika saya petik jagung di bulan Mei, ukurannya kecil dan biji-biji jagungnya tidak rapi tumbuhnya. Tapi ketika dimakan rasanya manis sekali.

Tanaman jagung usia 2 bulan

Bongkol jagung yang masih kecil, tanaman jagungnya juga sebagai penyangga kacang panjang disebelahnya

Tanaman jagung adalah tanaman monokotil yang mati setelah berbuah, batangnya lambat laun akan berubah warna jadi coklat dan mengering. 2 tanaman jagung yang ditanam belakangan sebagai pengganti jagung yang dirusak ayam bahkan tidak sempat berbuah sempurna, ada bongkol tapi masih kecil sekali, tapi karena umurnya sudah lebih dari 3 bulan tetap mati. 

Karena akhir-akhir ini sudah tidak terlalu sering hujan saya akan coba lagi tanam jagung. Mudah-mudahan kali ini berhasil. Oia, sekarang saya akan sering share di instastory perkembangan tanaman -tanaman yang saya tanam, follow IG @milasaid yah. 


Minggu, 04 September 2016

Birthday Trip

Kalau mau jujur saya adalah orang yang lost in life, alias nyasar di dalam ruang waktu kehidupan ini. Kalau ditanya apa yang saya lihat dalam hidup saya 5 tahun ke depan, atau bahkan satu tahun ke depan, jawabannya : saya gak tau. Yang saya tahu pokoknya sekarang hanya ingin membuat setiap tahun yang saya jalani memorable, wherever it may leads.

Dipostingan sebelumnya saya sempat bilang awal saya mulai semua ini dan pada akhirnya bikin saya sadar bahwa hal yang terpenting dalam hidup adalah menikmati dan mensyukuri apa yang kita punya sekarang. Kita gak akan pernah bisa kabur dari rasa sedih atau kecewa atau emosi negatif lainnya, tapi selama kita masih bisa bahagia dan tertawa, just do it. Habisin kuota kita untuk bahagia hari ini juga karena gak bisa di akumulasi buat besok-besok.

Karena itu saya ingin selalu melakukan hal yang belum pernah saya lakukan, yang membuat saya selalu mengingat saat itu dan ketika mengingatnya saya akan berpikir: "wooww.. gw ga nyangka gw bakal ngelakuin hal itu." Backpacking solo, cari komodo, mendaki Rinjani, melintas batas negara ke Timor Leste adalah beberapa hal yang memorable buat saya karena butuh kekuatan to push my self off my limit untuk melakukan semua itu. Tahun ini saya coba untuk ikut race half marathon pertama dalam hidup saya, kebetulan waktunya bertepatan dengan ulang tahun.

Awalnya saya daftar race bareng sama Nico, tapi di akhir-akhir Nico malah tidak jadi berangkat. Justru di saat-saat terakhir salah satu teman yang saya kenal dari Plurk dan blog, Mita atau yang lebih dikenal dengan Omith, malah memutuskan mau ikut race. Omith tergolong hebat banget sih, saya salut. Buat dia hanya butuh waktu kurang dari 3 bulan untuk persiapan half marathon, sementara saya butuh waktu lebih dari 3 tahun hingga akhirnya memberanikan diri untuk lari sejauh 21 km. 

Ya tapi kalau bukan gara-gara dijerumusin nico sih kayaknya saya sampai sekarang juga belum akan pernah ikut race dan belum akan sampai lari lebih dari 10 km. Martin yang selalu kompetitifan sama Nico juga ikut Bali Marathon, dia ambil Full Marathon dan berhasil finish. Salut juga sih saya, karena medannya itu berbukit-bukit, saya aja yang cuma lari jarak setengahnya sempat menyesal di tengah jalan. Soal lari nanti saya ceritakan komplit di postingan khusus ya.

Liburan yang bertepatan dengan ulang tahun kemarin tidak hanya khusus untuk lari, saya juga sempat main-main di pantai sanur sama Tince, yang pernah jadi partner jalan-jalan ke Dieng cari innerpeace waktu itu. Sebelum acara race saya sudah di Bali. Hari Jum'at saya, Omith dan satu kawannya ambil race pack ke Westin Resort di Nusa Dua. Malamnya saya, Omith, Tince dan Rio makan di Massimo Pizza di Jl. Danau Tamblingan, Sanur. 

ambil race pack
Sebenarnya saya tidak sengaja menemukan resto itu. Malam sebelumnya lewat situ lihat antrian orang beli gellato ramai di depannya, lalu saya tergiur sama wangi pizza yang lagi dipanggang di dapur yang letaknya juga di depan restoran itu. Keesokan harinya saya ajak kawan-kawan saya makan pizza disitu. Baru tahu setelah posting di socmed ada beberapa kawan saya yang komen, ternyata Massimo Pizza itu terkenal banget, terutama Gellato-nya. Tapi makanannya yang lain juga enak semua. Saya suka.

Waktu kita lagi order Omith sempat menyinggung-nyinggung soal ulang tahun, mba-mba yang catat orderan kita dengar dan sempat tanya siapa yang ulang tahun terus semuanya nunjuk saya. Waktu itu mba nya kesannya cool aja. 

Selanjutnya kami makan seperti biasa, dapat starter gorengan bentuk bola yang kenyal seperti cilok rasa keju yang digoreng. Pizza yang kami pesan, dipesan oleh Tince yang doyan banget sama quatro-apalah-pizza-cuma-dia-yang-bisa-ngomongnya-karena-pernah-lama-tinggal-di-Itali, pokoknya artinya pizza yang toppingnya 4 macam keju. Pizza nya enak, crustnya tipis tapi gak keras, gurih dan pinggirnya renyah. Selain itu Tince juga pesan calamari, sementara saya dan Omith yang lagi carbo loading pesan pasta bollognaise juga. Bollognaisenya enak, dagingnya banyak dan saus tomatnya ada chunks tomatnya. 

Selesai makan saya minta bill, tapi lama banget keluarnya. Kawan saya mulai gelisah pingin cepat-cepat pulang. Saya panggil lagi salah satu waiter untuk minta bill, kemudian muncul billnya dan saya langsung kasih kartu kredit. Tapi masih lama lagi diprosesnya sampai kawan saya hampir cek ke kasir. Tiba-tiba lampu padam satu per satu dan suasana jadi gelap. Para pengunjung yang lagi makan langsung berhenti dan suasana jadi sepi. Sepi dan gelap. Kami semeja juga sempat bingung dan mikir kalau mati lampu. 

Tiba-tiba mba-mba waiters yang ada disitu pada nyanyi lagu Happy Birthday. Dari dalam dapur muncul mba yang catet orderan kami membawa mangkok kecil yang atasnya ada payung kecil dan lilin. Mba itu jalan menjauh dari meja kami, jadi saya juga sempat cari-cari siapa yang ulang tahun. Ternyata setelah berputar mba-nya menghampiri saya dan meletakan mangkok kecil berisi 4 scoop gelato di depan saya. Sementara waiters yang lain tiba-tiba mendekat dan mengerubungi, muka saya langsung panas rasanya. Terharu banget. Ini salah satu momen ulang tahun yang gak akan saya lupa, mengejutkan soalnya.

surprise dari mba Massimo Pizza yang cukup bikin kaget
Satu hari sebelum race saya sempat pemanasan morning run di pantai Sanur, ditemani Tince. Terus kami berdua menyaksikan matahari terbit dan berenang-renang di pantai Sudamala, Sanur. Bagian pantai yang ini cenderung lebih sepi, jadi lebih enak untuk leyeh-leyeh. Waktu lagi berenang saya tiba-tiba teringat kamera underwater saya yang rusak, "coba kamera gw gak rusak, asik nih bisa foto-foto." kata saya ke Tince.

Tiba-tiba tince terpaku, kemudian mukanya seperti mengingat sesuatu,"eh kamera gw kan bisa dipake underwater."

Yihaaa... kami pun sukses foto-foto gaya model, gaya mengapung dan gaya duyung.

nunggu sunrise di Pantai Sudamala, Sanur sama Tince
Setelah race, saya dan Tince kembali ke Sanur untuk jalan-jalan, kali ini ke kawasan Pantai Sindhu yang lagi ramai karena ada acara Sanur Festival. Saya sempat tidur siang sebentar karena di hari itu bangun jam 2 pagi untuk siap-siap race. Bangun tidur siang saya kelaparan, baru ingat kalau sebelum dan sesudah race hanya makan roti sobek sari roti dan minum susu kotak. Saya dan Tince makan seafood di Pantai Sindhu, ikan dan cumi bakar yang enak banget mungkin karena ada faktor kelaperan. 

Setelah itu kami berdua duduk-duduk santai di tempat nongkrong lucu disitu, namanya Sanur Beach Groove, semacam food court tapi ada area berumput yang bisa dipakai duduk-duduk ala piknik. Tince beli dessert brownies yang diatasnya ada es krim vanila yang dikasih hiasan bunga-bunga mungil lucu warna biru. Malamnya kami sempat lihat pawai ogoh-ogoh dalam rangka penutupan Sanur Festival.

Ala Piknik di rumput sore-sore di Sanur Beach Groove

Rencana saya untuk liburan kali ini selain ikut Bali Marathon, saya juga pingin ke Nusa Penida lihat Angel's Billabong yang lagi trend di Instagram. Billabong itu adalah ujung dari sungai yang bertemu lautan, bisa dibilang jalan buntu nya sungai - the end of the road. Ternyata the end of the road gak mesti sendu dan sedih kayak lagunya boys II men (ketauan umur udah tua deh), jalan buntu yang ini cantik sekali. Nanti saya juga akan posting khusus tentang Nusa Penida. 

Karena tidak bisa nyetir motor sendiri jadi saya sewa ojek disana. Bli ojek, kita sebut saja namanya I Wayan Berto. Mas Berto itu sebenarnya nama yang diberikan oleh Tince ketika lihat foto selfie saya berdua dia, Mas berto = mas mas bertato. Mukanya memang tampak garang tapi orangnya periang, insiatifnya untuk jadi fotografer dan pengarah gaya tinggi banget. Waktu lagi foto saya di Bukit Kelingking tiba-tiba dia tanya, "Mba, ada keturunan Itali ya?" 

ehem.. ehem.. saya langsung keselek, untung gak kepleset dari atas tebing. Langsung ingat kejadian 3 hari sebelumnya, pasti gara-gara abis makan pizza topping 4 keju sama pasta langsung terlihat aura-aura Italia.

Angel's Billabong, Billabong itu ujung sungai yang ketemu laut, Angel-nya yang baju biru

Fotografer dan pengarah gaya saya di nusa penida, I Wayan Berto
Rejeki anak soleh yang lagi ulang tahun, hari terakhir di Bali saya ditraktir Mak Beng dan diantar sampai ke airport. Pas banget, memang di hari sebelumnya saya sempat kepikiran kepingin makan Mak Beng lagi sebelum pulang karena suka banget sama sup ikannya. Waktu itu dibilang mau diajak makan di tempat yang banyak didatengin artis, emosi saya standar-standar aja. Tapi ketika mobil belok ke arah mak beng saya langsung senang, yaayyy.... emang kalo rejeki gak akan kemana-mana. 

Mak Beng..paforit pisan..slurup

Akhir kata, wabillahi taufiq wal hidayah, travel live light, don't overthink because it's not worth the time you wasted, run, make art, create, swim in the ocean, swim in the rain, makes mistakes, learn, love fiercely, forgive quickly, let go of what doesn't make you happy, grow. 

Jumat, 19 Agustus 2016

Catatan di Tahun ke-34

Ada orang yang senang jalan-jalan karena suka petualangan, senang melihat tempat baru, ketemu orang baru, foto-foto untuk kenang-kenangan. Ada orang yang perjalanan travelingnya berawal dari perasaan sedih, dari perasaan tersesat dalam hidup dan keinginan untuk mencari jawaban. Ada orang yang perjalanannya dimulai karena kehilangan sesuatu dan berusaha mencari gantinya. Tapi intinya sama, orang traveling karena kepingin bahagia. 

Banyak yang bilang kalau kita gak perlu cari kebahagiaan jauh-jauh, karena bahagia itu ada di dalam diri kita. Tapi kadang untuk menemukan sesuatu yang ada di dekat atau di dalam diri kita, kita perlu melihat keluar dan pergi jauh dulu. 

Kalau ada yang pernah baca buku Alchemist-nya Paulo Coelho, si pemeran utama menghabiskan waktu bertahun-tahun dan perjalanan jauh yang berliku hanya karena mimpi lihat piramida di mesir dan menemukan harta karun. Tapi ketika akhirnya dengan segala macam perjuangan dia sampai di mesir, ternyata harta yang dia cari ada di bawah pohon tempat dia tidur siang pas lagi mimpi itu. 

Walaupun tidak se-ekstrim pengalaman hidup Elizabeth siapa itu di buku Eat, Pray, Love yang merasa depresi dalam hidupnya kemudian pisah dari suami dan traveling sendiri selama berbulan-bulan. Gak juga mendekati pengalaman hidup Cheryl Strayed di buku Wild yang ketika ibunya meninggal karena penyakit kanker kemudian memutuskan hiking sendirian di gunung selama 4 bulan. Tapi ada miripnya sedikit dengan kedua perempuan itu, saya memulai jalan-jalan ini karena sedih. Saya pergi karena sedih dan mau cari sesuatu yang bisa bikin saya bahagia, hingga akhirnya saya sadar kalau tidak perlu kemana-mana untuk bahagia, semua itu ada di dalam diri kita sendiri.

Yup, waktu kawan saya dulu pertama ngajak saya backpacking perdana ke Singapura, saya langsung meng-hayuk-kan tanpa pikir dua kali karena saya lagi sedih dan tidak stabil secara emosional. Waktu itu umur saya 26 tahun. Memang sebelumnya pekerjaan saya banyak travelingnya, tapi ketika memutuskan untuk backpacking pertama itu saya lagi sedih, bukan karena aslinya saya adalah orang yang suka adventure dan berpetualang. Selama ini memang saya selalu denial tentang alasan asli saya pergi waktu itu, tapi kalau saat situasinya beda mungkin saya akan menunda pengalaman backpacking pertama saya dengan alasan tidak punya cukup uang. Apalagi saat itu saya juga baru saja berhenti dari pekerjaan sebelumnya dan belum dapat yang baru. 

Waktu itu ketika saya menulis tentang pengalaman backpacking pertama ke Singapura dan kuala lumpur itu saya mengutip kalimat Paulo Coelho yang diambil dari buku Alchemist itu, "when you want something all the universe conspire to help you." Beberapa tahun berlalu, setelah melalui banyak hal, belajar banyak, dan mengalami proses evolusi dalam cara berpikir, sekarang saya gak percaya hal itu sama sekali. 

When you want something, the universe will not conspire to help you. They will against you. Mereka akan merintangi, menghalangi, mencoba menjauhkan kita dari hal yang kita inginkan itu. Yang bisa membuat kita mendapatkannya hanyalah seberapa besar kita menginginkannya dan rela berusaha mendapatkannya. Hidup ga semudah itu.

Tapi ada saatnya kapan kita harus usaha, ada saatnya kita hanya harus menunggu waktu yang tepat. Bahkan cowo di buku itu juga ada saat dimana dia harus nunggu beberapa tahun kerja di toko sebelum melanjutkan perjalanannya lagi lihat piramida. Tantangannya adalah, bagaimana kita tahu kapan harus berusaha, kapan harus menunggu dan kapan harus merelakan sesuatu yang kita inginkan.

Yang membuat saya kepikiran menulis ini karena beberapa hari lalu saya dan salah satu kawan terlibat diskusi. Berawal dari kawan saya suruh saya supaya berusaha cari jodoh. "Cari donk!" katanya, "berdoa kek, tahajud gitu." Saya jawab, iya saya doa kog, doa saya agar diberi yang terbaik dalam hidup. Saya percaya apabila saat ini saya belum dikasih jodoh berarti ini jalan hidup yang terbaik dan saya sudah dikasih lebih banyak hal selain itu dalam hidup saya. Apa yang saya dapat kan tidak harus sama seperti yang didapat orang lain. Jalan hidup orang tidak harus sama semua, ini bukan eropa abad ke-18 atau ke-19 dimana kita harus mencapai standard kehidupan tertentu supaya bisa diterima society. 

Ketika kelas 5 sd, saya pernah tanya sama papa saya. Kalau misalnya orang ditakdirkan kaya dia gak usah kerja bakal tetap jadi kaya donk, sementara orang yang ditakdirkan miskin mau kerja bagaimana pun tetap miskin. Entah di titik mana dalam perjalanan ini saya mulai mengerti bahwa ada takdir yang tidak bisa kita ubah seperti lahir dan mati, kita gak bisa pilih kapan kita lahir atau kapan kita mati. Tapi kita dikasih hidup bukan hanya untuk kemudian mati, kita dikasih pilihan mau jadi apa dalam hidup. Jadi kita bisa pilih mau jadi jahat atau baik, mau jadi kaya atau miskin, walaupun di dunia ini gak ada yang betul-betul hitam atau putih.

Misalnya kaya atau miskin, itu relatif bagaimana kita memilih untuk memandangnya. Ada orang yang punya segalanya, punya uang banyak, tapi tetap merasa kurang karena belum punya ini itu. Ada orang yang walaupun gak punya banyak tapi merasa cukup kaya. Ukuran seberapa kaya pun relatif. Buat orang yang gak punya mobil, orang yang punya Avanza dibilang kaya. Buat orang yang punya Avanza, kaya itu kalau udah punya Mercedes. Sementara orang yang punya Mercedes tetap saja merasa uangnya gak pernah cukup dan berusaha supaya uangnya makin banyak. Dan semakin banyak uangnya, hidupnya makin gak tenang karena makin takut kehilangan semua yang dia punya.

Jadi kita tidak bisa memilih kapan dan dimana kita dilahirkan. Kita tidak tahu kapan, dimana dan bagaimana kita akan mati. Tapi diantara itu kita kan harus hidup. Nah disinilah kita bisa memilih mau dijalanin seperti apa. Satu, kita bisa pilih untuk menyadari dan menikmati apa yang kita punya saat ini. Atau dua, menginginkan sesuatu yang kita gak punya saat ini hanya karena semua orang yang kita kenal punya sehingga waktu yang kita punya saat ini dihabiskan untuk usaha sehingga kita gak sadar sama apa yang kita punya sekarang dan gak sempat menikmatinya. Saya pilih nomor satu.

Bagaimana dengan orang-orang yang hadir dan pergi semasa hidup kita? Kita juga gak bisa memilih siapa yang akan kita temui dalam hidup ini kan? Apakah orang yang kita temui itu akan bikin kita bahagia. Atau orang yang kita temui akan melukai kita dan bikin kita sedih. Apakah orang yang kita temui itu akan jahat sama kita atau malahan akan jadi penolong disaat kita susah. Kita tidak bisa memilih dan tidak akan pernah tahu orang datang dalam hidup kita akan jadi apa, bisa jadi suatu saat orang yang datang ke hidup saya akan jadi jodoh saya atau bisa jadi orang itu sudah ada disekitar saya tapi memang belum waktunya.

Yang pasti menurut saya semua orang yang kita temui adalah pelajaran dalam hidup dan kita bisa memilih pelajaran itu akan kita gunakan untuk hal berguna apa di hidup kita kemudian harinya.

Kalau saya tidak ketemu sama orang yang bikin sedih mungkin saya tidak akan jadi pribadi yang seperti sekarang, mungkin saya pada akhirnya tidak akan pernah kemana-mana, tidak lihat banyak hal, tidak ketemu banyak orang baru, tidak belajar hal baru sebanyak sekarang ini. Yang terpenting adalah, mungkin saya tidak akan pernah ketemu dengan diri saya sendiri sehingga saya tidak akan pernah tahu apa saja yang mampu saya lakukan - what i'm capable of.

Saya memang gak bisa memilih akan bertemu siapa. Apakah orang yang saya temui akan bikin saya bahagia atau membuat saya sedih. Tapi sekarang saya malah harus berterima kasih sama orang yang bikin saya sedih waktu itu, because when you pushed me off the cliff, i didn't fall and die, i was flying.

Jumat, 12 Agustus 2016

Silom Village Inn, Bangkok

Ada 3 hal yang saya pertimbangkan dalam memilih hotel waktu trip ke Bangkok tahun ini. Pertama, ada rumah makan halal dekat dengan lokasi hotel. Kedua, lokasinya tidak terlalu jauh dari lokasi yang mau dikunjungi dan akses kendaraan mudah. Ketiga, walaupun saya cari hotel yang lokasinya tidak jauh dari pusat keramaian tapi saya menghindari lokasi hotel yang berada di pusat keramaian, karena untuk masuk dan keluar hotel biasanya agak ribet karena terhalang macet. Bangkok macetnya nyaris sama seperti Jakarta.

Atas dasar pertimbangan diatas saya pilih lokasi daerah Silom. Di daerah ini ada tiga stasiun BTS yaitu Chong Nongsi, Surasak dan Saphan Taksin. Dekat juga dengan dua dermaga (pier) untuk naik Chao Praya Express,  yaitu Sathorn pier dan Oriental pier. Kalau mau ke daerah pusat pertokoan seperti Siam square dan Pratunam juga tidak jauh, bisa naik taksi. Bahkan ketika disana sempat juga naik tuktuk dari MBK ke hotel di Silom karena antrian taksi panjang, ongkosnya memang sama seperti taksi tapi naik tuktuk ternyata lebih cepat sampai walaupun pakai olahraga jantung.

Di Silom banyak hotel yang bagus-bagus dan tidak mahal. Yang letaknya dekat sungai Chao Praya adalah hotel-hotel mahal bintang 5. Setelah lihat-lihat banyak pilihan hotel di Agoda, saya tertarik dengan Silom Village Inn. Menurut websitenya, bangunan hotel ini desainnya bangunan tradisional thailand yang dibangun di tahun 1900-an menggunakan teak wood. 

Sampai disana ternyata di dalam lokasi Silom Village Inn juga ada restoran, panggung pertunjukan, kios-kios merchandies khas thailand, spa & thailand massage. Saya booking kamar deluxe yang berada di bangunan lama yang dibangun dari teak wood, tapi karena bangunan lama jadi tidak ada lift, harus naik tangga. Kamarnya luas dan bersih, desainnya klasik dan sederhana. Lumayanlah, sesuai dengan rate yang dibayar.

Saya ambil paket kamar yang tidak termasuk sarapan karena biasanya juga percuma karena sarapannya tidak halal. Tapi pas disebelah hotel ada seven-eleven jadi gampang kalau pagi-pagi mau beli kopi. Selain itu juga tidak jaug dari hotel ada pasar yang pagi-pagi sudah ramai jual sarapan. Di ujung pasar ada mesjid kecil, jadi disekitar situ banyak ibu-ibu pakai kerudung yang jualan. 

Malam hari dari hotel bisa jalan kaki ke Patpong Night Market. Ke Ratanakosin, tempatnya Grand Palace (Wat Phra Kew) dan Sleeping Buddha bisa naik Chao Praya Express dari dermaga, kami waktu itu naik tuktuk ke oriental pier untuk naik express boat. Cari makanan halal juga tidak sulit disekitar situ, bisa dilihat di postingan saya yang Edisi Ngiler [Part 3].

Silom road sepertinya termasuk jalan yang sibuk, di pagi hari dan malam hari jalanannya padat merayap, motor-motor jalan di trotoar juga persis kayak di Jakarta. Tapi untungnya disana hanya macet ketika rush hour, selain itu cukup lenggang. Pagi-pagi banyak orang kantor yang take away sarapan di seven-eleven dan gerobak-gerobak di pinggir jalan. 

Sabtu, 23 Juli 2016

Lari di Bulan Puasa

Saya bukan termasuk orang yang ambisius, hobi lari juga gak pakai ambisi. Kawan-kawan saya yang mulai hobi lari dengan waktu yang hampir barengan kemampuannya sudah jauh melewati saya. Semuanya pasti sudah pernah ikut acara race 10k dan Half Marathon (21k). Sementara saya butuh waktu lama dari mulai rutin lari sampai bisa lari 10 kilometer, sekitar 3 tahun. 10k pertama saya pas di hari ultah saya tahun lalu. Birthday run tahun ini, secara spontan saya daftar acara race untuk pertama kali dan dengan nekat langsung daftar untuk half marathon. Cerita lengkapnya bisa dibaca di postingan Akhirnya Daftar Acara Race.

Latihan untuk menambah jarak lari saya dua kali lipat dalam waktu beberapa bulan saja buat saya sih cukup berat. Tapi saya tetap konsisten gak ambisius, targetnya cuma mau melakukan hal beda yang tidak pernah dilakukan sebelumnya dalam hidup saya. 

Sebenarnya tiap tahun pasti saya ada semacam yearly life goals, supaya hidup berasa ada tujuan seru aja dikit sih. Jadi setidaknya di hari-hari saya ada kegiatan untuk mempersiapkan suatu rencana, kayak misalnya seperti persiapan fisik waktu mau ke Rinjani. Waktu itu salah satu alasan saya semangat dan rutin lari karena persiapan mau ke Rinjani, tapi waktu itu kuatnya hanya lari paling jauh 5 kilometer. Kemudian tahun lalu saya niat harus bisa lari sampai 10 kilometer, terus saya coba ikut Coach yang ada di aplikasi Nike Run. Tepat di ulang tahun saya yang ke-33, saya berhasil menyelesaikan lari 10k.

Untuk persiapan lari half marathon saya ikut lagi program Coach di Nike Run. Hari pertama programnya jatuh tepat di hari pertama puasa. Waktu itu saya masih optimis dan semangat bahwa walaupun puasa saya akan berusaha mengikuti jadwal di program tersebut. Rencana saya tetap akan lari di taman tebet sambil ngabuburit, jadi selesai lari ketika bedug magrib, bisa langsung minum. Ada juga rencana mau lari malam di komplek kalau jadwal latihannya long run. Tapi seperti biasa, rencana dan kenyataan tidak pernah sesuai.

Puasa tahun ini entah kenapa rasanya berat banget di badan saya, lebih lemas dari biasanya dan maunya tidur terus padahal jumlah jam tidur sama seperti tahun-tahun sebelumnya, malahan tahun ini saya merasa kalau tidur malam lebih cepat. Apa karena faktor umur mulai mempengaruhi stamina dan fisik? Tapi kalau dipikir-pikir tahun ini memang mood saya secara keseluruhan tidak sebagus tahun-tahun sebelumnya, kurang bersemangat dan kurang motivasi. Mungkin karena beberapa waktu terakhir ini saya kurang jalan-jalan. 

Hari pertama jadwal program lari yang bertepatan dengan hari pertama puasa terpaksa saya skip. Di hari kedua puasa ada jadwal lari 4.8 km, tapi saya hanya kuat lari 3 km di treadmill malam-malam setelah buka puasa. Sebenarnya komposisi program dalam seminggu ada 4 kali lari, satu kali long run, satu kali cross training, dan satu hari rest day. Saya skip hampir semua itu. Lari kedua kali di bulan puasa baru satu minggu kemudian, saya coba lari sebelum buka puasa di komplek. Saya lari diantara kerumunan pedagang-pedagang makanan buka puasa dan kerumunan motor-motor yang parkir dan seliweran di jalan. Cukup mengerikan dan menyesakan, akhirnya saya menyerah di 3 km.


Tiga hari kemudian di minggu yang sama saya berhasil lari 8 km di treadmill setelah buka puasa, kemudian skip beberapa hari lagi. Ketika lagi tidak puasa karena berhalangan saya lari di Car Free Day hari Minggu, karena bulan puasa jadi sepi. Saya lari 8 km dalam waktu 1 jam. Waktu lagi lari saya dengar di belakang saya ada yang lagi semangat ngobrol, "lebih susah control budget negara daripada mengatur strategi perang." Pas saya nengok ternyata Sandiaga Uno lagi lari sambil ngobrolin masalah negara casually, dan dengan santainya melewati saya yang tanpa ngobrol pun larinya terengah-engah. Hebat amat tu bapak.

Beberapa hari kemudian Tince tiba-tiba menghubungi mau ikut lari di taman sore-sore. Tiba-tiba muncul ide gila, saya mengajak tince lari di gbk senayan karena sudah lama tidak lari disitu. Kami berangkat jam 4 dari daerah Tebet, estimasi sampai di GBK beberapa saat sebelum buka puasa, jadi saya bisa buka puasa, sholat magrib, lanjut lari. Naasnya hari itu jalanan macet parah entah kenapa, kami baru tiba di GBK jam 7 lewat. 

Ketika magrib berkumandang kami baru sampai di depan kantor TVRI senayan, saya buka puasa dengan air minum bekalnya Tince. Sampai di GBK saya langsung ke mesjid, solat magrib dan siap-siap lari. Saya beli minuman teh dalam kemasan botol yang saya minum sambil lari. Target saya lari 8 km, tapi hanya kuat sampai 5 km, otak saya rasanya kayak kesemutan jadi saya berhenti lari. Paginya ketika bangun tidur punggung dan pinggang saya pegal-pegal, bukan karena lari tapi karena nyetir macet-macetan 3 jam lebih.

Setelah tragedi itu saya memutuskan lari di treadmill aja deh, ga kuat yang aneh-aneh. Saya sempat lari dua kali lagi malam hari, 8 km dan 5 km, hingga akhirnya lebaran tiba. Tapi selama sebulan itu program latihan lari saya berantakan, banyak bolong-bolongnya dan saya tidak merasa kemampuan lari saya improving, malahan kalau dilihat dari pace jauh menurun. Setelah lebaran saya berusaha mengejar ketinggalan latihan selama bulan puasa kemarin. Minggu lalu saya berhasil lari 15 km, jarak terjauh sepanjang sejarah lari saya. Minggu ini adalah minggu ke-7 dari program Nike Coach, besok saya harus lari lebih jauh lagi, 16 km. Harus semangat!

Selasa, 12 Juli 2016

Menanam Okra

Okra apaan sih? pikir saya ketika melihat bibit okra yang dijual di toko bibit online tempat saya beli bibit sayur dan bunga yang saya tanam di kebun. Karena penasaran, saya memutuskan untuk beli sebungkus bibit okra hijau dan sebungkus bibit okra merah. Sebelumnya saya belum pernah makan sayuran itu. 

Browsing di internet saya dapat info tentang tanaman ini. Okra aslinya tanaman yang berasal dari Afrika, tapi lumayan dikenal di Amerika, biasanya untuk bikin semacam sup namanya Gumbo. Mungkin tanaman ini dibawa atau terbawa oleh orang ethiopia yang jaman dulu banyak didatangkan ke amerika untuk jadi budak. Negara lain yang saya temukan di internet yang masakan khasnya pakai okra adalah India. Okra dimasak dengan kuah kari. Karena biji okra itu mengeluarkan getah yang berlendir, dia menambah kekentalan kuah sup ataupun kari. Hampir sama teksturnya seperti kuah capcay yang jadi kental kalau ditambahkan tepung maizena, nah kayak gitu deh getahnya Okra kalau dimasak. 

Biji Okra ukurannya besar, seperti kacang polong, lebih besar sedikit dari biji pepaya. Dalam waktu 2 hari sudah berkecambah, cepat sekali. Tumbuhnya juga cepat, daunnya berjari mirip daun pepaya, di tengahnya ada semburat warna merah. Dalam waktu kurang dari 2 minggu, benih okra sudah bisa saya pindahkan ke pot dan ada juga yang saya tanam langsung di tanah. Katanya tanaman ini suka banget sama matahari dan suka di tempat panas, jadi saya tanam di tempat yang paling banyak dan paling lama kena matahari.

Kurang dari dua bulan muncul bunga Okra. Bunganya ternyata cantik banget, warna kuning, kombinasi ungu di tengahnya. Buah Okranya nanti muncul dari dalam bunga, ketika buah makin membesar, kelopak nya akan mengering dan jatuh. Tapi jangan tunggu sampai besar banget. Buah okra yang sudah besar tidak bisa dimakan karena alot dan keras. Jadi dipetik ketika masih muda, ketika ukuranya kira-kira masih seukuran jari telunjuk. Karena itulah nama lain Okra ini di amerika adalah Lady Finger.

Pohon Okra komplit sama Daun, Bunga dan Buah nya
Satu pohon buahnya banyak banget dan saya punya tiga pohon. Tiga hari sekali saya panen okra. Seperti biasa, dari kebun bergerak ke dapur, saya coba macam-macam resep yang pakai bahan baku Okra. Saya juga coba bikin okra di goreng tepung dan dipanggang untuk jadi cemilan sehat ceritanya, tapi rasanya gak enak, jujur aja hehe.

Okra ini, kalau buat saya, paling enak ditumis biasa pakai sedikit kuah. Seperti yang saya bilang tadi, dia membuat kuahnya mengental sama seperti kalau kita tambahkan tepung maizena. Selain itu Okra juga enak dibikin kari, tapi Okranya dimasukan belakangan supaya tidak jadi terlalu lembek. Menurut saya sayuran ini lebih enak kalau dimasak sebentar saja, jadi masih krenyes-krenyes gimana gitu. 

Tumis Okra

Indian Vegetable Curry with Okra

Buat yang mau coba tanam sayuran yang eksotis, daunnya bagus dan bunganya bagus, terus buahnya bisa dimakan, coba saja tanam Okra. Tanaman ini gak minta diurus, tumbuh sendiri dan cepat. Syaratnya hanya harus kena sinar matahari dan tidak perlu teralu sering disiram. Kalau di tanah, tiga hari sekali cukup. Kalau tanam di pot siram dua hari sekali cukup kecuali kalau udara lagi panas banget dan tanahnya terasa kering boleh lah sehari sekali.  

Oia, yang baru saya tanam memang Okra hijau saja, yang Okra merah belum saya tanam. Mungkin bulan ini mau coba tanam okra hijau lagi dan okra merah, nanti pasti kalau dimasak jadi cantik warna-warni. 


Kamis, 30 Juni 2016

Edisi Bikin Ngiler [Part 3]

Disclaimer: kalau gak kuat iman, jangan dibaca saat lagi puasa.

Di Jakarta saya jarang banget ke restoran Thailand karena tidak begitu doyan. Saya pernah bilang juga seperti itu waktu menulis Edisi Bikin Ngiler Part 1, saya gak doyan Tom Yam dan Pad Thai. Saya juga bilang gak suka sama rasa Thai Ice Tea. Tapi entah kenapa kalau makan jenis-jenis makanan itu langsung di Thailand rasanya beda, jauh lebih enak sehingga saya jadi suka. 

Mungkin cara masaknya atau racikan bumbunya beda. Misalnya Pad Thai yang saya coba di Jakarta rasanya kecut, sementara di Thailand gurih banget. Rasa asam yang ada seperti cuma nambah segar aja. Sementara Tom Yam, beberapa kali pernah makan disini rasanya hambar, padahal di Thailand rasanya spicy, gurih dan ada sedikit rasa asam yang bikin segar juga. Bukan hanya di restoran tertentu di Thailand yang enak, tapi makan dimana saja walaupun hanya di kaki lima emperan rasanya konsisten, gurih dan segar.

Daerah Silom Road

Ke Bangkok tahun ini saya sama keluarga. Saya langsung memilih hotel di kawasan Silom, mengingat pengalaman terdahulu kalau di daerah ini banyak rumah makan dan warung muslim. Restoran dan warung yang jual makanan halal biasanya ditandai dengan logo bahasa arab tulisan halal atau logo bulan sabit dan bintang di papan namanya. Saya pilih hotel Silom Village Inn karena lihat di peta dekat dengan Home Cuisine Islamic Restaurant yang terletak di 196-198 Soi 36, Th Charoen Krung, saya pernah makan disitu terakhir ke Bangkok dan enak. Bisa tinggal naik tuk tuk sedikit. 

Kenyataannya tiga hari disana akhirnya tidak sempat ke restoran itu karena di hari pertama ketika lagi jalan-jalan sekitar kawasan hotel buat tes ombak saya lihat pas di seberang hotel ada rumah makan muslim, Dee Restaurant. Disitu menyajikan makanan khas Thailand seperti pad thai, tom yam, nasi goreng thai, curry thailand, tumisan-tumisan dan ada roti prata juga. Malam pertama kami makan disana, ternyata enak dan menunya banyak sehingga keesokan malamnya kami makan disana lagi.   


Pad Thai

Tom Yam
Tidak jauh dari hotel ada pasar tradisional. Di gang depan pasar kalau malam banyak kaki lima dadakan yang buka di pinggir jalan dan kalau pagi juga disepanjang gang itu banyak yang jual sarapan. Di ujung gang ada mesjid, jadi lumayan banyak yang jual makanan halal, bisa dilihat dari tanda bulan sabit dan bintang di papan nama atau gerobaknya, atau lihat ibu-ibu yang jualnya pakai kerudung. 

Salah satu kegiatan favorit saya kalau traveling memang liat-liat pasar dan jajanan emperan, jadi pagi-pagi pas bangun saya langsung meluncur lagi ke gang yang ada pasarnya. Seru liat macam-macam yang dijual di pasar, lihat yang aneh-aneh dan beda dari disini. Lucunya pasti selalu bisa belanja walaupun saling ga ngerti bahasa. Kesimpulan saya uang itu memang bahasa universal dan kegiatan jual-beli tidak mengenal bangsa dan bahasa. 

Saya sempat beli sarapan nasi kuning Thailand pakai ayam yang dimasak pakai bumbu kari. Yang beli antri, rupanya salah satu sarapan favorit. Saya memperhatikan cara belinya dari orang-orang di depan saya, ternyata beli nasi kuning bisa milih mau pakai ayam atau tidak. Saya juga perhatikan jumlah uang yang dibayar pembeli sebelum saya, berapa harga pakai ayam dan berapa yang tidak pakai ayam. Ketika tiba giliran saya beli, saya tetap kasih uang yang ada kembaliannya, takut kurang.

Selain itu saya juga beli kacang dan ubi rebus yang di jualnya sudah dibungkus dalam kantong kresek kecil, harganya 20-an bath. Saya cuma nunjuk, ibu-ibu yang jual udah ngerti saya mau tanya harganya, dia langsung kasih kode angka 2 pakai jari telunjuk dan jari tengah, saya langsung ngerti maksudnya 20 bath. Ada juga sih yang udah pasang tulisan harga di atas dagangannya. Yang jual buah-buahan juga banyak, salah satu jajanan favorit saya di Thailand, soalnya buah disana manis-manis dan besar-besar ukurannya.

Malamnya ada jajanan pancake gaya thailand yang isinya pisang. Ada juga yang jualan ayam goreng tepung berbumbu a la Thailand yang krenyes-krenyes dan bikin nagih dan gorengan baso-basonya yang dimakan pakai saus pedas. Tapi ada satu yang saya kepingin tapi ga nemu, yaitu Som Tam, salad mangga muda yang diiris tipis-tipis disiram kuah spicy kayak yang pernah saya beli waktu ke Bangkok pertama kali dan pernah diceritain di Edisi Bikin Ngiler Part 2. 

Malam terakhir waktu lagi iseng jalan-jalan sekitar daerah Silom untuk survei tempat makan malam yang asik saya ketemu satu restoran bergaya restoran fast food yang jual Fish and Chips dan Burger, namanya Sally Fish. Waktu saya lagi lihat tanda halal dan sertifikat yang dipasang di depan tokonya, managernya keluar dan ngajak ngobrol. Akhirnya saya masuk dan cobain beli Fish and Chips yang ternyata ukurannya besar banget, harganya satu paket sekitar 70ribuan kalau di kurs ke rupiah.

Di belakang Starbuck Silom Rd ada restoran Turki yang ada tanda halalnya dan ada restoran Lebanon namanya Nadimos. Di Nadimos ga ada tanda halal, tapi kami akhirnya memutuskan makan di resto Lebanon karena lihat makanan di menunya lebih aneh-aneh, kalau turki kan kebab-kebab gitu. Saya jadi gak makan banyak disitu karena keburu kekenyangan sama cemilan Fish and Chips jumbo.

Sarapan Nasi Kuning gaya Thailand

Sally Fish, Burger dan Fish n Chips


Restoran Lebanon
Mall MBK dan Platinum

Rata-rata hampir semua foodcourt mall di Bangkok ada foodstall yang jual makanan halal, jadi tidak susah carinya. Apalagi daerah mall yang banyak turis Indonesianya seperti daerah Siam, Pratunam dan sekitarnya. Di MBK mall, tempat favorit mama saya karena mallnya luas banget dan komplit, makanan Halal ada di FoodCourt Lantai 4 dan Restaurant Yana di Lantai 4 juga. 

Foodcourtnya model Eat & Eat di sini, belanjanya dikasih kartu, bayarnay di kasir ketika mau keluar area foodcourt. Tempatnya memang ekslusif, harganya relatif lebih mahal. Tidak semua makanan yang dijual di foodcourt itu halal, jadi tetap harus lihat tanda Halal huruf arab yang dipajang di depan stall-nya. Ada yang jual makanan Indonesia disini, tapi saya tidak lihat ada logo halal. 

Kalau di Platinum Mall Foodcourt-nya ada di Lantai 6, diantara yang jual makanan disitu mungkin ada 3 atau 4 yang jual Halal food. Di Platinum saya beli nasi ayam goreng khas Thailand. Ayam goreng tepung thailand bumbunya enak dan renyah banget, beda sama ayam tepung a la amerika yang banyak di jual sini.

Ayam tumis di Foodcourt MBK

Nasi + Ayam goreng di Foodcourt Platinum Mall
Jajanan lain-lain

Buat saya yang doyan banget sama buah-buahan kayak monyet, seneng banget jalan-jalan di Bangkok yang banyak tukang buahnya. Buahnya manis-manis dan juicy banget, potongannya juga besar-besar. Nanasnya aja manis banget, cocok buat camilan di hari yang panas. Saya juga sempat beli Manggo Sticky Rice, ketan yang dimakan pakai mangga manis disiram kuah santan, enak sih tapi terlalu manis buat lidah saya. 

Disana juga lagi tren minuman jus Pomegranate dan Jeruk yang dijual di botol-botol plastik. Kita bisa lihat penjualnya bikin minuman jus itu langsung di gerobaknya. Saya suka banget yang pomegranate, murah lagi, jadi deh minum gituan kayak minum air putih. Di Chatuchak gak lupa saya jajan es kelapa dalem batok yang topping nya boleh pilih. Sekarang banyak banget yang jualan es model itu disana, di sepanjang jalan utama Chatuchak rata-rata isinya gerobak es kelapa.


Es kelapa Thailand




Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...