Jumat, 29 Agustus 2014

Piknik di Jatiluhur

Saya lupa bagaimana awalnya tiba-tiba kepingin piknik di Waduk Jatiluhur. Iya. Piknik. 

Siapa lagi yang selalu mendukung gagasan-gagasan absurd saya selain Cipu. Iya. Cipu.

Akhirnya saya dan Cipu memutuskan untuk segera merealisasi gagasan tersebut di akhir pekan. Kebetulan Toni dari Jones Street-Melbourne baru saja bergabung di Jakarta karena mendapat pekerjaan di tempat yang berkantor di ibukota. 

Kami berangkat sekitar jam 9 dari Plaza Festival di Kuningan yang ditetapkan sebagai meeting point di hari itu. Cipu datang membawa sekotak donat, sekotak pastel dan sebuah buku karangan Rossa Indah berjudul Crossroad yang berkisah tentang lika-liku percintaan dalam roadtrip ke Toraja. 

Kami berhasil tiba di lokasi Waduk Jatiluhur tanpa ada acara nyasar-nyasar. Lokasi nya tidak begitu jauh dari exit toll Jatiluhur dan banyak petunjuk arahnya. Cipu hanya bertanya satu kali ke tukang ojek yang mangkal ketika kami tiba di pertigaan yang tidak tampak penunjuk arah menuju Waduk Jatiluhur. Tidak lama kami tiba di gerbang loket masuk area wisata sekitar Waduk Jatiluhur yang bernama Grama Tirta Jatiluhur.

Selain waduk yang berfungsi mengalirkan kebutuhan air ke Jakarta dan PLTA Ir. H. Djuanda, di area itu ada hotel, tempat outbond, water boom dan rumah makan yang menjual ikan dari danau. Kalau menyebrang pakai perahu, kita juga bisa ke perkampungan nelayannya yang terapung dan makan di resto terapung disana. Tapi setelah ditanya-tanya ternyata naik perahunya mahal juga, satu perahu 500 ribu, dan kami hanya bertiga jadi patungan per orang nya mahal, kalau rame-rame sih mau juga tuh.

Akhirnya saya, Toni dan Cipu memutuskan untuk piknik aja di bawah pohon rindang di tepi danau. Sebelumnya beli makanan ikan mujaer bakar dan karedok yang enak banget. Di sana banyak tersedia tikar-tikar yang sengaja digelar untuk disewakan 10 ribu rupiah berapa pun lamanya. Cipu dan Toni jajan Es Kelapa Muda buat dessert, sementara saya yang sudah kekenyangan tidur-tiduran ditiup angin sepoi-sepoi. Relaxing. Ga jauh dari Jakarta. Ga mahal. 

PLTA Djuanda

Kapal yang disewakan untuk keliling Danau

Reservoir nya yang warna kuning itu

Piknik

Nonton orang main canoe
  

Minggu, 17 Agustus 2014

Ullen Sentalu

Museum kebudayaan Jawa yang terletak di daerah Kaliurang, Jogjakarta ini mendapat banyak rekomendasi dari blog dan situs travel sebagai salah satu lokasi yang wajib dikunjungi. Waktu saya ke Jogja sama Chacha tahun lalu sempat ada rencana ke tempat ini, tapi karena lokasinya jauh menyimpang dari tempat-tempat tujuan pencarian innerpeace kita ke candi-candi di jogja dan sekitanya jadi tidak sempat mampir. 

Kebetulan tahun ini, saya bersama kawan saya Dayu Ary dan suaminya pergi ke daerah bekas letusan Gunung Merapi, pulangnya melewati daerah Kaliurang kita mampir ke Ullen Sentalu ini.

Museum ini bangunannya dari batu-batu dan tampak asri, pintu masuknya melewati lorong batu dan diantara ruangan-ruangannya ada yang dialiri air jadi sejuk dan dingin. Pengunjung di pandu oleh pemandu tur selama sekitar 15 menit menyusuri ruangan-ruangan di museum itu. 

Pertama - tama pengunjung dijelaskan tentang silsilah kerajaan Jawa yang berasal dari Kerajaan Mataram kemudian terpisah jadi dua Kesultanan Jogjakarta dan Kesultanan Surakarta. Masing-masing kesultanan Jogjakarta dan Kesultanan Surakarta pecah lagi jadi dua, hingga sekarang dari yang awalnya satu kerajaan Mataram pecah jadi 4 kerajaan yang berlokasi di daerah Jawa Tengah. 

Dalam ruangan pertama terdapat alat-alat musik gamelan dan lukisan tari-tarian. Pemandu menjelaskan filosofi musik dan tari-tarian Jawa, juga menjelaskan arti dari busana penari-penarinya. Setelah itu pengunjung dibawa menyusuri lorong yang berisi lukisan-lukisan keluarga kerajaan Hamengkubuwono (yang sekarang memerintah di Jogjakarta) dan ada juga Pakubuwono (yang sekarang memerintah di Surakarta).

Menurut saya yang paling menarik kisah Pakubuwono XII yang sudah jadi Raja sejak masih muda sekali karena ayahnya PB XI meninggal dunia, jadi beliau memerintah didampingi oleh Ibunya. Kalau seperti cerita di Games of Throne - ada Queen Regent nya. Uniknya PB XII ini punya 6 selir tapi tidak satu pun yang diakui sebagai permaisuri. Ada juga putri dari PB XI yang terkenal dengan panggilan Tineke, di museum itu bahkan beliau punya ruangan sendiri yang berisi foto-foto dan korespondensi surat-suratnya waku jaman dulu. Putri Solo itu cantik banget, bahkan kalau mau dibandingkan dengan gadis-gadis jaman sekarang cantiknya masih gak kalah. 

Selain tentang keluarga-keluarga kerajaan ada juga ruangan yang berisi koleksi batik dari berbagai daerah. Pemandu menjelaskan tentang makna motif-motif batik yang ada di koleksinya. Selesai tur pengunjung diberi minum yang kayaknya jamu kunyit asem, tapi karena saya ga suka bau jamu-jamu-an jadi saya ga cobain minumannya.

Di dalam museum Ullen Sentalu pengunjung tidak di perbolehkan mengambil gambar / foto-foto. Setelah selesai tur dan berada di tamannya baru boleh foto-foto.

Replika salah satu panel Candi Borobudur

Mejeng di taman belakangnya yang asri, disini ada cafe juga

Jumat, 08 Agustus 2014

Januari di Kota Dili

"Itu gedung pemerintahan baru, hibah dari Negara China," Kiko menjelaskan ketika kita melewati sebuah gedung yang megah.

"Ini kantor kementrian keuangan, gedungnya baru." ujarnya lagi ketika kita lewat di lain tempat. "Kalau itu kantor kementrian Turisme. Kementriannya baru."

"Yang di sebelah situ itu Sekolah Akademi Polisi. Kepolisian nya juga baru dibentuk sih, sebelumnya polisi dari UN," katanya lagi.

"Nah di sepanjang jalan ini kantor-kantor kedutaan, yang di depan itu kedutaan Australia yang paling lama. Yang lainnya masih relatif baru dibangun," jelasnya lagi ketika kita melewati jalan lurus yang berjajar bangunan-bangunan luas berhadapan dengan pantai. 

10 tahun sejak berdirinya negara Timor-Leste, jalan raya di Dili tampak luas dan mulus, gedung-gedung pemerintahan tampak baru dibangun dan masih kinclong semua. Segala nya serba baru disini. Kiko, kawan saya di Dili bekerja di kantor kementrian pertahanan yang juga masih baru, kementrian ini baru berdiri kira-kira setahun lamanya, kantornya aja masih numpang di semacam balaikota gitu - Governor palace.

Governor Palace

Jalan raya di Dili

Pasar

Di kota ini ada satu Mall bernama Timor Plasa. Di dalam nya bisa didapati Burger King dan Gloria Jeans Coffee. Saya bahkan dikasih kalender 2014 gratis dari Gloria Jeans Coffee waktu saya beli disana. Kalender meja itu sempat saya gunakan beberapa bulan sampai saya sadar ada keanehan disitu, karena kalender Timor Leste hari libur (tanggal merah) nya beda sama kalender Indonesia. Di Timor Plasa saya beli sim card operator lokal yang bernama Telkomcel, tapi dibacanya tetap -sel karena dalam bahasa sana cel di pronounce -sel.

Harga Burger King disana jauh lebih mahal dari di Jakarta. Sekali makan di restoran bisa habis $10 per-orang, sama standard nya dengan di Australia. Mungkin karena banyak bahan bakunya yang di impor dari Australia yang jaraknya dekat. Makan sea food di restoran disana bisa jauh lebih mahal, padahal kotanya ada di pinggir pantai. Currency yang digunakan disana masih pakai Dollar Amerika, tapi ada koin-koin yang menggunakan mata uang asli Timor-Leste bernama Centavos.

Mata uang Timor-Leste

Menu bahasa Portugis

Makaroni pake ikan. makannya sama roti. asli kayak di Luar Negeri
Negara Timor-Leste resminya berdiri tahun 2002, setelah melalui drama pergolakan dan pemberontakan terhadap pemerintah Indonesia yang puncaknya terjadi di tahun 1999. Setelah merasa terjajah selama hampir 25 tahun, Timor Leste yang sebelumnya bernama Timor Timur di bawah pemerintahan Indonesia melakukan referendum yang hasil akhirnya adalah kemerdekaan negara tersebut. Presiden saat itu adalah Xanana Gusmao. Sekarang Presiden Timor Leste bernama Taur Matan Ruak, posisi Perdana Menteri masih dijabat oleh Xanana Gusmao. 


Xanana Gusmao adalah figur yang sangat dihormati dan dipuja. Berwibawa dan down-to-earth. Kata Kiko beliau sering tampak menyetir sendiri sekitar Dili dengan mobilnya tanpa pengawalan. Beliau tidak ragu berbaur dan merangkul rakyat kecil dengan akrab. Sangking berkarismanya, ada cerita beredar kalau suatu saat ketika Xanana Gusmao sedang pidato di depan umum cuaca mendung banget dan hujan rintik-rintik. Kemudian beliau menghentikan pidatonya dan seolah berbicara kepada hujan supaya jangan turun dulu sebelum beliau selesai, kemudian melanjutkan pidatonya. Hujan rintik seketika berhenti. Setelah Xanana Gusmao selesai pidato baru hujan turun dengan derasnya. "Sampai hujan saja menurut sama beliau," ujar Kiko menyimpulkan ceritanya.

Ketika peristiwa Timor Leste saya masih duduk di bangku SMA tapi tidak mengerti dan tidak memperhatikan situasi politik. Di periode itu juga di ibukota Indonesia tempat saya tinggal baru saja selesai peristiwa besar melengserkan mantan Presiden Suharto, tepatnya tahun 1998. Jujur saja kalau ditanya bagaimana kondisi di tahun-tahun itu saya tidak begitu ingat, yang saya tahu waktu itu sempat tidak keluar rumah selama beberapa hari. 

"Waktu perang-perang itu kamu gimana?" tanya saya ke Kiko yang umurnya sepantaran sama saya, jadi waktu peristiwa pergolakan di Timor Leste dan referendum itu dia juga duduk di bangku SMA.

"Ya di dalam rumah saja," katanya acuh tak acuh, "mau bagaimana lagi." Selama pergolakan itu dia sempat tidak sekolah selama 2 tahun, ketika Timor Leste merdeka dia meneruskan sekolah yang diambil alih oleh Portugal. Setelah itu dia melanjutkan kuliah di Bandung, saat itulah dia bergabung di tempat kos yang sama dengan kawan kuliah saya yang waktu itu sudah tingkat akhir. Kawan kuliah saya itu yang mengenalkan saya ke Kiko hingga akhirnya saya bertemu dia di Dili.

Negara Timor Leste yang posisinya ada di sepenggal pulau paling ujung bawah di kepulauan Indonesia, berbatasan darat di sebelah baratnya dengan Nusa Tenggara Timur. Negara ini terdiri dari 9 Distrik (semacam propinsi), yang paling ujung timur namanya Los Palos. 

Bahasa nasional Timor-Leste adalah bahasa Tetum-Portuguese. Di sekolah-sekolah diajarkan bahasa Portuguese. Menurut Kiko warga Timor-Leste diperbolehkan punya paspor Portugis, jadi boleh punya 2 paspor. Kalau punya paspor Portugis otomatis bisa ke negara-negara lain di Eropa yang tergabung dalam Schengen deh. Kakak perempuannya Kiko sendiri sedang melanjutkan kuliah Phd di Eropa.


Bahasa Tetum adalah bahasa asli daerah sana, dicampur dengan bahasa serapan portugis untuk menambah suku kata yang tidak ada dalam bahasa tetum. Misalnya Obrigado yang artinya terima kasih. Obrigado diambil dari bahasa Portugal karena dlm bhs tetun aslinya tdk ada kata terima kasih. 

Obrigado sendiri adalah kata yang sangat menyenangkan untuk disebut, "O" yg bulat "-bri" dgn penekanan pd pengucapan  "br-" nya ditutup dengan "-gado" yang tegas dan mantap. Kedengarannya merdu dan renyah di telinga. Semua orang Dili yang dengar saya bilang "obrigado" akan membalas nya dengan mengucapkan "nada" dan tawa yang ditahan. Sudah nyaris dipastikan ketika saya berlalu mereka akan ngakak sampai sakit perut. Tapi saya tetap aja ngucapinnya: obrigado... obrigado.. it's officialy became my favorit word in 2014.

Obrigado

Colmera, kayaknya tempat paling rame di Dili udah ini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...