Selasa, 28 Mei 2013

Candi Jawa Periode Klasik di Dieng

Kompleks Candi Arjuna di Dieng merupakan bangunan candi tertua yang dibangun di Jawa. Dibangun oleh kerajaan Holing atau Kalingga di sekitar abad ke-7. Bentuknya lebih sederhana jika dibandingkan Borobudur atau Prambanan yang dibangun ratusan tahun setelahnya, tapi prinsip-prinsip dasar arsitektur candi sudah tampak di bangunan candi di Dieng ini.

Ada yang bilang kalau Dataran tinggi Dieng awalnya sudah merupakan tempat ibadah kepercayaan di nusantara sebelum Hindu masuk. Kepercayaan tersebut sangat kuat dengan pemujaan terhadap leluhur. Kemudian seiring dengan masuknya pengaruh Hindu, dataran tinggi ini berubah fungsi menjadi tempat ibadah Hindu. Bisa dibilang bahwa candi ini dibangun pada masa transisi dari kepercayaan masyarakat Jawa Kuno ke Hindu. Walaupun begitu candi-candi yang dibangun setelahnya konsep dasarnya sama dengan Candi di Dieng ini.

Candi di Dieng terdiri dari 3 bagian; Atap Candi (Swarloka), Tubuh Candi (Bhuwarloka) dan Kaki Candi. Terdapat bangunan Kala di pintu-pintu nya sebagai penolak bala dan Makara (mahluk mitos Hindu yang melambangkan air) untuk mengalirkan air. Batu yang digunakan adalah batu andesit dan di susun tidak mengunakan perekat, melainkan dengan suatu sistem yang membuat batu-batu itu tersusun bertautan.

Sistem sambungan batu di candi-candi yang ada di Jawa
Kala dan Makara
Menurut legenda, Kala adalah demon bernama Rahu yang dihukum oleh Wisnu karena mau mencuri ramuan keabadian para dewa. Jadi barang siapa yang meminum ramuan itu hidupnya akan abadi alias gak mati-mati. Rahu sudah berhasil mencuri dan sudah memasukan cairan itu kedalam mulutnya, tapi kemudian Matahari dan Bulan yang menyaksikan kejahatan Rahu melapor ke Wisnu sebelum cairan itu sempat ditelannya. Akhirnya Wisnu menghukum Rahu sehingga bagian atas kepala dan rahangnya hidup eternally tanpa tubuhnya yang mortal. 

Gerhana matahari dipercaya merupakan usaha balas dendam Rahu kepada Matahari dan Bulan, tapi karena Rahu hanya punya kepala bagian atas dan rahang jadi usaha balas dendamnya selalu gagal dan Matahari akan selalu muncul kembali.

Potongan Kala model lain yang dipajang di Museum Dieng Kailasa
Di Dieng ada Museum yang menurut saya keren bernama Museum Dieng Kailasa yang menjelaskan tentang candi, dari mulai proses akan dibangunnya sebuah candi hingga komponen-komponen yang terdapat dalam candi. Bahkan ada pemasangan film tentang Candi di Dieng di teater yang terdapat di dalam museum.

Untuk membangun sebuah candi ternyata perlu ritual-ritual khusus. Pertama-tama Sang Raja akan memilih para tenaga ahli untuk membangun candi yang disebut dengan Silpin yang dikepalai oleh seorang Sthapaka, yang juga bertanggung jawab sebagai arsitek atau perancang bangunannya. 

Memilih lokasi atau lahan untuk dibangun candi tidak bisa sembarangan, ada upacaranya. Kemudian ada ritual-ritual untuk menentukan arah mata angin, Utara - Selatan. Barulah kemudian ditentukan batas dan titik pusat halaman candi. Nanti di titik pusat itu akan ditanam sesuatu bernama Peripih, semacam deposit-box berisi barang-barang berharga dan semacam benih yang merupakan simbolis dari energi spiritual candi itu yang akan tumbuh. Pokoknya ribet dan kelihatannya banyak birokrasinya. Dari itu saya jadi berpikir, jangan-jangan birokrasi memang merupakan sifat dasar rakyat kita, buktinya itu sudah mulai dilakukan sejak jaman bikin candi.

Proses awal pembangunan Candi


Candi Arjuna

Candi Semar

Candi Srikandi


Sabtu, 25 Mei 2013

Kawah Sikidang

Alkisah ada seorang putri yang cantik jelita bernama Sinta Dewi. Dia di taksir oleh seorang pangeran yang kaya tapi gak ganteng bernama Kidang Garungan. 

Ketika pangeran melamar putri Sinta Dewi, dia memberi syarat kepada sang pangeran untuk menggali sebuah sumur dalam waktu semalam. Kalau Kidang Garungan berhasil menggali sumur itu baru Sinta Dewi bersedia menjadi istrinya.

Tapi  ternyata ilmunya Kidang Garungan sakti banget, menjelang pagi sumur yang digalinya sudah hampir selesai. Putri Sinta Dewi panik kemudian menimbun sang Pangeran yang masih berada dalam sumur itu. Si Pangeran murka dan mengutuk keturunan Sinta Dewi kelak akan berambut gimbal. 

Putri terus menimbun Kidang Garungan yang lagi marah-marah di dasar sumur hingga terkubur. Sumur yang digali sang pangeran pun berubah menjadi kawah.

Kawah Sikidang ini adalah salah satu kawah di daerah Dieng dari sekian banyak kawah aktif yang bersebaran dan satu-satunya kawah yang kita kunjungi. Walaupun bau belerang di sekitar kawah ini sangat menyengat tapi masih masuk kategori tidak beracun. 






Sehari setelah kita turun dari Dieng, sampai di jogja kita mendapat kabar bahwa ada kawah aktif di Dieng yang mengeluarkan gas beracun. Di film yang diputar di Dieng Plateu Theater, konon katanya kawah yang mengeluarkan gas beracun itu - yang bernama Kawah Sileri, pernah menjadi tempat tragedi yang menewaskan puluhan penduduk di tahun 1970-an. Kita tidak sempat kesana karena lokasi nya yang lumayan jauh dari tempat kita di dekat bukit Sikunir. 

Senin, 20 Mei 2013

Old Melbourne Gaol

Old Melbourne Gaol adalah penjara pertama di Melbourne yang pernah di huni oleh salah satu kriminal yang paling fenomenal sepanjang sejarah Australia – Ned Kelly. 

Ned Kelly memang terkenal sebagai pelanggar hukum konsisten, sudah sering keluar masuk penjara dan bermasalah sama polisi sejak usia remaja. Uniknya bagi orang Australia dia juga dianggap sebagai pahlawan yang melegenda yang dianggap berani melawan otoritas penegak hukum yang waktu jaman itu dianggap tidak adil. 

Ned hidup di abad ke-19, ayahnya adalah convict (narapidana) yang dikirim dari Irlandia. Ned sendiri sejak usia 15 tahun sudah merasakan masuk bui, beberapa kali ditangkap, beberapa kali terbukti tidak bersalah tapi sempat juga menjalani hukuman kerja paksa. Kejahatannya ya macam-macam diantaranya dituduh mencuri ternak dan sering melakukan tindak kekerasan. 

Hingga suatu insiden yang melibatkan seorang polisi di rumah keluarga Kelly mengakibatkan ibu nya Ned dan seorang saudaranya kena hukuman penjara, sementara Ned dan adiknya Dan menjadi buronan. Di pelariannya Ned dan adiknya membentuk geng dengan dua orang kawan mereka. Di suatu hari mereka membunuh 3 orang polisi yang ditugaskan mencari mereka. Menambah daftar kejahatannya, Kelly dan genk nya juga merampok 2 bank. 

Hadiah yang ditawarkan bagi yang bisa menangkap Ned Kelly pun makin besar. Kelly dan geng nya punya semacam baju baja anti peluru yang melindungi kepala dan tubuhnya, tapi tidak di bagian kaki. Ned Kelly tertembak di bagian kaki oleh seorang polisi, yang kemudian melumpuhkannya dan membuatnya ditangkap dan di bawa ke penjara. Setelah melalui persidangan, Ned Kelly di jatuhi hukuman gantung. 

Baju Baja Ned Kelly

Old Melbourne Gaol dari dalam

Bukan hanya Ned Kelly dan narapidana dari kaum pendatang yang kena hukuman gantung di sini, bahkan kaum Aborigin saja bisa kena hukum gantung. Malahan terpidana pertama yang dihukum gantung adalah  2 orang aborigin. Di salah satu keterangan yang tergantung di tembok Melbourne Gaol, pada tahun 1841 ada insiden penembakan pendatang dari Eropa oleh 5 orang Aborigin. 

Orang Eropa itu dibunuh oleh para kaum Aborigin karena mereka pernah menculik suami dari salah satu dari ke5 aborigins itu dan membunuhnya, jadi mereka balas dendam. Tapi para aborigins itu ditangkap dan diadili di pengadilan. Hakim mengirim 3 orang wanita aborigin itu ke FLinders Land, mungkin untuk kerja paksa. Tapi 2 orang pria aboriginal di jatuhi hukum gantung di muka publik.

Etapi ternyata hukum gantung itu bukan sekadar gantung, ada yang namanya "The Art of Hanging" - katanya, "Hanging is a fine art and not a mechanical trade. Is not a man an artist who can painlessly and without brutality  despatch another man?" Dan di sebelah nya ada bermacam-macam jenis simpul yang baik dan benar untuk menggantung manusia agar cepat mati nya.

Seragam petugas gantung dan perlengkapannya

The Art of Hanging
Old Melbourne Gaol sendiri sekarang sebagian bangunannya sudah jadi universitas RMIT, dan sebagian jadi museum. Sudah tidak ada lagi napi yang ditahan disana. Dipikir-pikir gimana rasanya ya punya kampus di bangunan tua yang bekas penjara dan banyak napi hukuman gantung nya? Yang jelas kalo saya mah ogah ngerjain tugas sampe malem di kampus.

Halaman kampus yang bekas Melbourne Gaol

Ini masih masuk area kampus, Ned Kelly katanya lewat pintu ini pas mau di gantung
 

Minggu, 12 Mei 2013

Darling Harbour Sydney, kurang cocok untuk turis kere

Darling harbour adalah salah satu pusat entertainment dan pusat turism di Sydney. Bentuknya semacam dermaga yang di kelilingi bangunan-bangunan mewah, megah dan unik. Pokoknya tempatnya ini kinclong dan bersih banget, kuman aja kepleset kali kalo lewat situ. 

Di Darling Harbour ini ada Shopping Mall, Bioskop IMAX, Convention Center, Hotel-hotel bintang banyak, Restaurant dan Cafe yang stylish-stylish dan asik buat nongkrong sore-sore. Kalau tempat wisata untuk turisnya ada semacam kebun binatang yang isinya hewan-hewan asli Australia seperti Koala dan Kangguru, bernama Sydney Wildlife World. Disebelahnya ada Sydney Aquarium, akuarium besar semacam Seaworld. Sebelahnya lagi ada Museum patung lilin Madame Tussauds. 

Tapi karena buat masuk tempat-tempat wisata tersebut bayarnya lumayan mahal untuk ukuran turis kere macam saya, jadi saya tidak masuk ke dalam kebun binatang, akuarium dan museum Madame Tussaud nya. ada sih tiket terusan untuk masuk ke dalam semua tempat wisata di Darling Harbour yang harganya lebih murah daripada kalau beli satuan, tapi tetap saja mahal untuk saya.

Satu-satu nya tujuan di sana yang mau saya masuki adalah National Maritime Museum, karena masuknya gratis. Tapi sayangnya saya tiba di Darling Harbour kesorean dan museumnya sudah keburu tutup. Tapi lumayanlah bisa foto di depannya.

Gedung yang atapnya bulet di pojok kiri itu Sydney Convention Center

Nyengir nya takut kepleset

Anak-anak muda Sydney
Itu di seberang Hotel bintang banyak

Telat mau masuk, jadi foto aja di depannya

Sydney Aquarium & Sydney Wildlife World

Numpang foto aja di lantai Madame Tussauds
Masuk ke Tourist Center disana saya terpikat dengan brosur Blue Mountain. Sebelumnya Blue Mountain tidak ada di dalam rencana itinerary saya, tapi melihat gambar-gambar di brosurnya yang bagus banget saya jadi tergoda. Apalagi kebetulan keesokan harinya saya belum ada rencana yang pasti. Di itinerary saya sih tulisannya cuman keliling-keliling kota Sydney aja naik bus.

Di sebuah coffee shop yang terletak di Darling Harbour, sembari menyesap segelas coffee mocha hangat yang lezat saya yang sedang bimbang dipanas-panasin Cipu untuk pergi ke Blue Mountain.

"Bagus, mil. Lo harus kesana," seru Cipu.

"Memang nya lo udah pernah," tanya saya

"Pernah. Bagus disana."

Mba Andri yang sedang menikmati coffee latte - susu kedelai nya, mengangguk memberi approval atas perkataan cipu.

"Ada apa disana?" tanya saya ragu.

"Pokoknya bagus," Cipu tetap keukeuh dengan pernyataannya.

"Itu biru nya karena daun eucalyptus gitu kan? gw soalnya pernah baca di Lonely Planet," saya mulai terpengaruh buat pergi kesana.

"hah? emang biru gitu? gw juga kurang tau sih. Pokoknya bagus."

Percakapan absurd di Darling Harbour itulah yang menjerumuskan saya ke Blue Mountain di esok harinya.

Jalan kaki tidak jauh dari Darling harbour ada Paddy's Market yang jualan souvenir-souvenir buat oleh-oleh. Tapi sebenarnya gak hanya jualan souvenir sih, segala macam dijual disini mulai dari sayur-sayur, buah-buahan, baju-baju, sepatu, dan keperluan sehari-hari lainnya. Diseberang Paddy's Market ada China Town juga, kata Mba Andri banyak makanan enak disana, tapi sayangnya saya tidak sempat mencicipi. 

Ach memang waktu saya buat jalan-jalan kurang banget yah.. dan uang sangu nya juga kurang...

Paddy's market

China Town di Sydney


Kamis, 09 Mei 2013

Candi Mendut

Candi ini letaknya tidak jauh dari candi Borobudur, malahan katanya Candi Mendut ini bersama dengan Candi Pawon terletak dalam satu garis lurus dengan Candi Borobudur. Walaupun sama-sama dibangun oleh Dinasti Syailendra tapi Candi ini tidak sebesar Borobudur, hanya satu bangunan tunggal yang luasnya 13,7x13,7 meter persegi. Ya kira-kira seluas rumah BTN gitu, tapi tinggi.

Waktu saya kesana banyak tiang-tiang bambu terpasang di sekeliling bangunan Candi, tanda bangunan bersejarah itu sedang di renovasi. Masuk ke dalam nya hanya membayar retribusi yang murah banget, cuman ribuan gitu (lupa sih tepatnya berapa). 

Sebelumnya saya belum pernah sih browsing-browsing mengenai Candi Mendut, dan ini juga baru pertama kali saya singgah di Candi ini jadi benar-benar tidak tahu apa yang ada di dalam candi itu. Pas masuk pintunya saya agak tercengang, tiga Patung Buddha raksasa menjulang hingga ke atap Candi. Gede Buangeth. Baguuuusss....

Dan saya bingung gimana caranya masukin Patung Segede gitu dari pintunya yang tinggi nya gak lebih dari 2 meter. Apa itu patung di suruh merangkak dulu kali yang supaya muat masuk di pintu itu.





Candi Mendut ini gak ada hubungannya loh sama cerita Roro Mendut, si cantik yang jualan rokok bekas yang udah di hisap sama dia ke cowok-cowok sekampung demi bisa bersatu dengan pria pujaan hatinya, walaupun akhirnya tragis juga sih. 

Ngomong-ngomong kisah cinta tragis, sedikit gosip di postingan blog ga pa pa kan ya. Jadi ceritanya kita kan pergi ke Borobudur nya naik mobil dari hotel, nah kita mampir ke candi mendut ini setelah dari Borobudur. Satu mobil kita bareng sama dua orang cewek indonesia dan 3 orang turis asing. Gak lama kita jalan dari hotel saya yang duduk di depan disamping pak sopir dapet BBM dari Chacha yang duduk di bangku tengah bareng 2 cewek indonesia itu. 

"Kak, disebelah gw les biola."

Saya masih belum ngerti tuh apa maksudnya si Chacha pas di mobil itu, tapi pas turun di Borobudur saya memperhatikan dua orang cewek itu gandeng-gandengan tangan gak normal, yang satu bergaya maskulin, saya langsung 'ngeh' kalo mereka couple.

Di candi mendut ini saya berapa kali di minta oleh pasangan itu untuk memotret mereka berdua yang berpose seperti pre-wedding photo gitu. Mungkin mereka tau kalau saya tau mereka couple dan tampak biasa-biasa aja, jadi mereka gak canggung gitu. Tapi saya salut sama keberanian pasangan itu dalam memperjuangkan cinta mereka *terharu*, ya memang sih kalo kasih sayang itu kan gak mengenal gender kali ya. 


Minggu, 05 Mei 2013

Rintik Hujan di Telaga Warna

Hujan di pagi hari yang dingin dan berkabut mengiringi perjalanan saya, Chacha dan Tince naik motor turun dari Parkiran Sikunir menuju Telaga Warna. Rintik air lumayan membuat jaket yang saya kenakan jadi lembab dan wajah jadi basah. Ketika kena angin dingin yang terhempas ke muka karena laju motor, rasanya muka ini langsung kaku dan gak bisa digerak-gerakin. Saya dan Chacha pun sibuk buka-buka mulut sepanjang jalan, soalnya keren bisa keluar asap dari dalam mulut kayak lagi di Rusia gitu.

Tarif sewa ojek kita seharian per-orang 100 ribu, dipikir-pikir daripada gempor jalan kaki ke lokasi-lokasi nya yang jauh-jauh dan musti manjat-manjat, akhirnya kita charter ojek aja.

Telaga warna pagi itu berkabut parah, ditambah dengan cuaca mendung disertai hujan rintik-rintik jadi agak susah mendapatkan foto yang bagus. Akhirnya kita berkeliling di sisi danau sembari menunggu dan berharap cuaca akan cerah. Dalam satu danau ini terdapat dua warna - bening dan kehijauan. Batas antara kedua warna itu jelas banget keliatan walaupun tidak ada pemisah apa-apanya.

Bersebelahan dengan Telaga Warna ada Telaga Pengilon, yang berarti cermin. Dan di hutan rindang yang mengeliling dua danau itu terdapat beberapa goa-goa untuk bertapa. Tapi goa-goa pertapaan itu sekarang di kasih pintu dan digembok, jadi tidak bisa dimasuki lagi.

Pagi itu cuaca benar-benar tak bersahabat. Karena hujan dan berkabut jadi kita kurang maksimal dalam menikmati keindahan telaga warna nya. Dalam foto-foto apalagi. Tapi kita sempat loh jajan kue pancong dari abang yang jualan di pinggir telaga. 

Di pinggir telaga warna

Batas warna jelas banget yah

Berkabut parah huhuhuuu T_T
Siang hari nya selesai menonton pertunjukan di Dieng Plateu Theatre, mas-mas ojek kita menunjukan tempat melihat telaga warna dan pengilon dari atas. Jalannya lumayan menantang, menanjak tajam di jalan setapak yang licin diantara petak ladang sayur dan kentang, ditambah memanjat batu-batu dan melipir di ruas jalan kecil yang tinggal selangkah nyusruk ke jurang. Tapi pemandangannya kereeeennn bangeeet.

Telaga warna dan Pengilon dari atas

Selangkah nyusruk ke jurang
Ini tempat innerpeace bangeeettth........ Pokoknya kalo ke Dieng jangan lupa minta dianterin liat telaga warna dari atas ya.
 

Rabu, 01 Mei 2013

Not my kind of "Mie"

Udah lama gak posting soal kuliner, kali ini saya mau bahas tentang mie aaah.
 
Kata orang-orang saya ini rakus dan termasuk ke dalam spesies pemakan segala-nya, tapi ada juga makanan yang kurang pas sama lidah saya. Yah walopun gak pas sama lidah juga biasanya tetep habis aja sih, mubazir soalnya. Dan dari sekian banyak makanan favorit saya kalau harus memilih 3 besar terfavorit, salah satu nya adalah Mie. Segala macam mie saya suka. Mie goreng, mie ayam, mie bakso, mie godog, mie instant, termasuk sodara jauh nya mie semacam ramen, spaghetti, udon. Itu saya suka semua. Malahan saya lebih suka mie daripada nasi, meski kadang-kadang makan mie pake nasi juga sih.

Tadinya tuh saya sempet berpikir, mungkin karena keseringan makan mie yang bentuknya ikal-ikal gitu rambut saya jd ikal juga. Kemudian saya bereksperimen, mencoba lebih selektif dalam  memilih jenis mie yang saya makan. Jadi instead of makan mie ayam yang keriting kecil-kecil saya memilih untuk makan spagetti yang bentuknya seperti mie yang sudah melalui proses catok. Tapi sekian lama saya coba efeknya gak nampak di saya. Rambut saya tetap seperti mie keriting yang kebanyakan kuah sampe lepek, jauh dari penampilan oglio olio yang rapih, lurus dan mengkilat bercahaya. 

Hampir sepanjang  hidup saya ini saya mengidolakan mie dan membuat pernyataan dalam hati bahwa, saya pasti bakal suka dan melahap segala jenis masakan yang terbuat dari mie tanpa tendeng aling-aling. Hingga suatu ketika saya pergi ke Belitung dan mencoba masakan khas nya yang berbahan dasar mie - Mie Belitung. 

Mie Atep yang terkenal di Belitung

Ibu nya lagi menyiapkan pesanan pelanggan

Mie Belitung
Bentuknya sih bagus, mie nya gemuk-gemuk, dihiasi potongan kentang dan tahu goreng, irisan timun dan seekor udang, disiram kuah berwarna coklat. Melihat penampakannya yang menggugah selera saya pun beberapa kali menelan ludah, mana waktu itu dari pagi belum makan apa-apa karena penerbangan dari jakarta ke belitungnya pagi banget, jadi cacing-cacing dalam perut tuh udah berontak gak karu-karuan. Tapi saya langsung kecewa di suapan pertama, karena rasanya aneh di lidah saya. Suapan kedua, ketiga dan seterusnya sampai hidangan di piring di hadapan saya tandas, lidah saya masih gak terima sama rasanya. Gak biasa aja mungkin sama rasanya.

Kejadian kedua kali terjadi kemaren banget pas saya ke Dieng. Semua orang dan semua referensi yang saya baca di internet menyarankan harus mencoba makanan khas sana yang namanya Mie Ongklok, dimakan pake sate sapi. Di malam yang dingin, saya pun memesan mie ongklok ditemani anglo di sebelah saya yang berfungsi menghangatkan ruangan dari dinginnya udara di Dieng.

Mie Ongklok
Mie ini dicampur sama sayur-sayur trus disiram kuah yang kental warna coklat. Tapi saya gak doyan sama kuahnya, rasanya manis-manis gimana gitu. Jadi saya tambahin aja sambel yang banyak, eh habis juga sih. 
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...